Ahad 27 Sep 2020 11:07 WIB

Macron Desak Presiden Belarusia Turun dari Jabatannya

Uni Eropa menolak mengakui Lukashenko sebagai presiden Belarusia yang sah

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Presiden Prancis Emmanuel Macron
Foto: EPA-EFE/MURTAJA LATEEF
Presiden Prancis Emmanuel Macron

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko harus turun dari jabatannya. Hal itu disampaikan beberapa hari setelah Uni Eropa menolak mengakui Lukashenko sebagai presiden sah negara Eropa Timur tersebut.

"Sudah jelas dia harus pergi," kata Macron pada tabloid Prancis Le Journal du Dimanche seperti dikutip Aljazirah, Ahad (27/9).

Baca Juga

"Ini krisis kekuasaan, kekuasaan otoriter tidak bisa menerima logika demokrasi dan bergantung pada kekerasan, sudah jelas Lukashenko harus pergi," kata Macron.

Berita itu muncul tidak lama setelah Menteri Luar Negeri Belarusia Vladimir Makei menuduh negara-negara Barat menabur 'kekacauan dan anarki' di bekas wilayah Uni Soviet itu. Belarusia dilanda gelombang unjuk rasa sejak pemilihan umum bulan lalu.

"Kami melihat upaya destabilisasi situasi di negara kami, intervensi urusan internal, sanksi dan restriksi terhadap lain terhadap Belarusia akan berdampak sebaliknya, dan jelas merugikan semua orang," kata Makei di Majelis Umum PBB.

Sejak Alexander Lukashenko dinyatakan kembali memenangkan pemilihan umum pada 9 Agustus lalu, sudah lebih dari 12 ribu orang ditangkap dalam unjuk rasa memprotes hasil pemilihan tersebut. Macron mengatakan dia 'terkesan dengan keberanian pengunjuk rasa di Belarusia'. Ia mengatakan setiap kali turun ke jalan para demonstran mengetahui mereka menghadapi resiko ditahan.

"Namun mereka terus mendorong gerakan agar demokrasi yang sudah lama dirampas dari negara itu hidup kembali, terutama para perempuan yang menggelar unjuk rasa setiap Sabtu, mendapat rasa hormat kami," kata Macron.

Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melaporkan pada Sabtu (26/9) kemarin pihak berwenang Belarusia menangkap 90 pengunjuk rasa. Sebagian besar di antaranya adalah perempuan.

Pada Rabu (23/9) lalu, Uni Eropa mengatakan pelantikan Lukashenko sebagai presiden 'tidak demokratis' dan menolak mengakuinya sebagai presiden. Kepala diplomatik Uni Eropa mengatakan mereka sedang mempertimbangkan kembali hubungan dengan Belarusia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement