REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), M Fuad Nasar mengatakan, generasi milenial yang lahir dari rentang 1980 – 2000-an perlu memahami tonggak-tonggak penting dalam perjalanan sejarah nasional Indonesia secara utuh. Untuk memahami sejarah itu, menurut dia, harus melalui cara penyajian yang jernih dan bebas dari beban sejarah atau dendam masa lalu.
Karena itu, menurut dia, generasi milenial juga perlu untuk menonton film Pengkhianatan G30S/PKI, sehingga generasi muda Indonesia tidak mengikuti pola dan perilaku komunis. “Jangan sampai terjadi kita menolak PKI tetapi mengikuti pola dan perilaku komunis,” ujar Fuad saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27.9).
Dia menjelaskan , dalam mencapai tujuan untuk berkuasa dan mempertahankan kekuasaannya, komunisme selalu menghalalkan segala cara, menyebar fitnah, teror, adu domba, aksi kekerasan, pembunuhan, serta kegaduhan di dalam pemerintahan dan masyarakat. Karena itu, menurut dia, bangsa ini harus belajar dari sejarah masa lalu. “Bangsa Indonesia harus pandai-pandai belajar dari masa lalu,” ucapnya.
Selain itu, menurut dia, generasi muda sebagai pemilik masa depan tidak seyogyanya tersandera dengan dendam sejarah masa lalu. Namun, kata dia, orang yang berpikiran maju tidak akan melupakan sejarah dan masa lalu. “Ada pelajaran yang dapat dipetik dari setiap peristiwa,” kata pria kelahiran Padang Panjang ini.
Fuad menambahkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila adalah warisan para pejuang, sehingga tidak boleh disia-siakan oleh generasi penerus. “Literasi sejarah adalah sesuatu yang amat penting. Agar kita bisa menempatkan sesuatu teks dan narasi peristiwa di masa lalu di dalam konteksnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi juga menganjurkan seluruh umat Islam dan bangsa Indonesia menyaksikan film Pengkhianatan G30S/PKI. Hal ini supaya seluruh bangsa Indonesia paham dan mengerti bagaimana kebiadaban dan kezaliman yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1948 dan 1965.
"Hal ini sangat penting agar seluruh bangsa Indonesia memahami sejarah bangsanya di masa yang lalu, karena sebuah bangsa yang tak paham akan sejarahnya maka bangsa tersebut akan mengalami disorientasi dan kegelapan akan masa depannya," kata Kiai Muhyiddin kepada Republika.co.id, Jumat (25/9).