REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski menuai kontroversi, klaster Ketenagakerjaan tetap masuk dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Bahkan, klaster tersebut dinyatakan telah selesai dibahas.
Masuknya klaster ketenagakerjaan dipastikan setelah Panitia Kerja (Panja RUU) Cipta Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI membahas klaster itu selama tiga hari pada akhir pekan lalu, yakni sejak 25 hingga 27 September. "Selesailah klaster ketanagakerjaan, dengan beberapa perubahan dan kesepakatan yang kita ambil pada malam hari ini," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan sebagaimana ditayangkan oleh kanal Youtube resmi DPR RI.
Dalam prosesnya, empat fraksi parpol di Panja RUU Omnibus Law Ciptaker di Baleg DPR sempat meminta agar klaster ketenagakerjaan ditarik dari draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Fraksi yang meminta klaster ketenagakerjaan didrop itu adalah Demokrat, NasDem, PKS, dan PAN.
Sementara, Golkar dan PKB berharap agar tetap dibahas. Gerindra menyatakan agar dibahas untuk ditentukan urgensinya. Sementara PDIP dan PPP tak bersikap dan meminta penjelasan Pemerintah soal urgensi mengatur ulang Ketenagakerjaan dalam UU Nomor 13 tahun 2003 menjadi klaster di RUU Cipta Kerja.
Namun, setelah adanya penurunan materi muatan klaster ketenagakerjaan, hasil rapat menyimpulkan bahwa pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam klaster ketenagakerjaan tetap diselesaikan dan masuk dalam RUU Cipta Kerja. Pada Senin (28/9) ini, Baleg kembali melanjutkan rapat RUU Cipta Kerja. Kali ini, Baleg membahas soal klaster penyiaran.
Tetap dibahasnya klaster ketenagakerjaan ini pun menuai reaksi keras dari buruh. Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja sepakat mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja.
Kesepakatan ini diambil setelah mendengarkan pandangan dari masing-masing serikat pekerja, dalam rapat bersama di Jakarta, Ahad (28/9) kemarin. “Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melalui pesan yang diterima Republika.co.id, Senin (28/9) pagi ini.
Rapat bersama ini dihadiri pimpinan KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, serta perwakilan 32 federasi serikat pekerja lainnya. Di antaranya, beberapa federasi yang tergabung dalam KSPSI pimpinan Yorrys, termasuk aliansi serikat pekerja seperti GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi.
Said menyatakan, mogok nasional akan dilakukan secara konstitusional dengan tertib dan damai. Aksi ini rencananya akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dimulai pada tanggal 6 Oktober 2020 dan diakhiri pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.