Senin 28 Sep 2020 14:03 WIB

Perpres dan Peta Jalan Vaksinasi Covid-19 Disiapkan

Vaksinasi Covid-19 di Tanah Air ditargetkan dimulai akhir tahun.

Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Foto: M Agung Rajasa/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri

Pemerintah mematangkan Peraturan Presiden (Perpres) dan peta jalan terkait pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat. Perpres tersebut nantinya akan menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk menjalankan vaksinasi secara massal.

Baca Juga

Pemberian vaksin diyakini menjadi salah satu akselerator pemulihan ekonomi, menyusul kembali pulihnya aktivitas masyarakat nantinya. "Pemerintah sudah menyiapkan Perpres, kemudian roadmap, perpres roadmap terkait vaksinasi," ujar Airlangga dalam keterangan pers usai rapat terbatas bersama presiden Jokowi, Senin (28/9).

Melalui Perpres tersebut, pemerintah juga menyusun mekanisme pencatatan pihak-pihak yang sudah diberikan vaksin dan dan dipantau efektivitasnya. Artinya vaksinasi bukan tahapan final, melainkan masih ada pemantauan terkait efektivitasnya dalam menangkap infeksi virus corona.

"Nanti dalam vaksin itu perlu dilakukan tracing siapa yang mendapatkan dan bagaimana efektivitasnya," kata Airlangga.

Vaksinasi direncanakan mulai dilakukan akhir 2020 ini. Dana yang disiapkan untuk vaksinasi tahun ini mencapai Rp 3,8 triliun. Sementara itu, untuk tahun 2021 mendatang, sebesar Rp 18 triliun.

Mengingat jumlahnya yang terbatas, tahap awal vaksinasi akan dilakukan untuk kelompok prioritas. Airlangga menyebutkan, pihak-pihak yang masuk dalam kelompok prioritas antara lain adalah tenaga kesehatan yang menangani langsung pasien Covid-19.

Di luar kelompok prioritas, pemerintah juga menyiapkan jalur vaksinasi mandiri yang terdiri dari individual atau perorangan dan korporat. Jalur korporat maksudnya, perusahaan bisa mengusulkan proses vaksinasi untuk karyawannya secara berkelompok. Namun seluruh opsi ini belum final dan perlu dimatangkan.

Soal tarif, masih belum ditentukan. Dalam skema mandiri ini, Airlangga menyebutkan bahwa perusahaan atau korporat punya kesempatan untuk mengajukan vaksinasi bagi karyawannya. Tentu, perusahaan yang akan menanggung biayanya.

"Skema mandiri sedang kami matangkan. Skema mandiri ada yang sifatnya individual dan ada yang mengusulkan dari sektor korporat mereka membeli secara berkelompok. Ini yang masih akan dibahas dan presiden meminta dalam satu minggu ini bisa dilaporkan," kata Airlangga

"Presiden meminta dalam satu minggu ini bisa dilaporkan (perkembangan pembahasannya)," kata Airlangga.

Proses perencanaan produksi vaksin Covid-19 hasil kerja sama PT Bio Farma dan Sinovac semakin matang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa proses uji klinis tahap III terhadap calon vaksin Covid-19 berjalan lancar. Bahkan tidak ditemukan adanya efek samping yang berat.

"Berdasarkan komunikasi dengan tim uji klinis dengan Prof Kusnadi dan timnya, bahwa sampai saat ini uji klinis berjalan dengan lancar dan tidak diperoleh laporan efek yang berat. Jadi intinya dapat berjalan dengan lancar dan sejauh ini hasilnya baik," ujar Retno merujuk pada penjelasan Kusnadi Rusmil selaku Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Bandung.

Pemerintah, ujar Retno, juga terus memantau kesiapan PT Bio Farma yang akan menjadi produsen vaksin hasil kerja sama dengan Sinovac asal China. Tim ahli dari Sinovac sendiri telah melakukan tinjauan lapangan ke pabrik milik Bio Farma pada pekan lalu.

Bio Farma menyiapkan dua lokasi produksi, yakni Gedung nomor 21 sebagai sentra produksi vaksin dengan Sinovac dan Gedung nomor 43 yang akan digunakan untuk memproduksi kandidat vaksin dari CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations). Kapasitas produksi Bio Farma juga telah dinaikkan dari 100 juta dosis per tahun menjadi 250 juta dosis per tahun.  

"CEPI ini adalah vaksin yang melalu mekanisme multilateral, dan juga kandidat vaksin lainnya," kata Retno.

Sebagai respons atas kunjungan tim ahli Sinovac ke Bandung, perwakilan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga melakukan 'onsite visit' ke laboratorium Sinovac di Beijing, China. BPOM, ujar Retno, perlu memastikan calon vaksin yang diproduksi telah memenuhi standar keamanan, efikasi, dan kualitas.

Selain menjalin koordinasi dengan Sinovac, pemerintah juga masih menjaga hubungan dengan pabrikan farmasi asal China lainnya, yakni Sinopharm dan perusahaan farmasi asal Uni Emirat Arab (UEA), Group42. Koordinasi yang masih dilakukan terkait dengan data sharing atau pembagian data antara Indonesia, dengan China dan UEA.

"Ini merupakan langkah yang diambil otoritas di sini, yakni BPOM, yang sangat hati-hati memastikan safety, efikasi, dan kualitas vaksin," kata Retno.

Sebagai informasi, calon vaksin yang dikerjasamakan dengan Sinopharm dan G42 rencananya akan diproduksi oleh Kimia Farma. Bila berjalan lancar, maka produksi dan distribusi vaksin akan dilakukan pada akhir 2020 atau awal 2021.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya agar segera menyiapkan rencana vaksinasi seawal mungkin. Ia memberikan tenggat waktu selama dua pekan agar jajarannya menyelesaikan rencana pelaksanaan vaksinasi ini secara detil.

“Saya minta untuk rencana vaksinasi, rencana suntikan vaksin itu direncanakan secara detil seawal mungkin. Saya minta dalam dua minggu ini sudah ada perencanaan yang detil, kapan dimulai, lokasinya di mana, siapa yang melakukan, siapa yang divaksin pertama,” ujar Jokowi.

Jokowi ingin rencana vaksinasi ini agar disiapkan dengan baik. Sehingga setelah uji coba selesai dilakukan dan siap digunakan oleh masyarakat, vaksinasi dapat langsung dilaksanakan.

Dalam rapat terbatas ini, Presiden juga menyinggung terkait penerapan intervensi berbasis lokal. Ia menegaskan, penerapan intervensi berbasis lokal atau mini lockdown di suatu daerah untuk mencegah penyebaran penularan covid 19 lebih efektif daripada penerapan pembatasan di skala yang lebih besar atau di skala provinsi.

“Artinya pembatasan berskala mikro baik itu di tingkat desa, di tingkat kampung, di tingkat RW, RT, atau di kantor, atau di ponpes. Saya kira itu lebih efektif. Mini lockdown yang berulang itu akan lebih efektif,” ujar Jokowi.

Ia menilai, menggeneralisasi pembatasan di skala provinsi justru malah akan merugikan masyarakat. Karena itu, Jokowi menginstruksikan Komite Penanganan Covid agar menekankan implementasi intervensi berbasis lokal kepada daerah-daerah.

“Jangan sampai kita generalisir satu kota atau satu kabupaten apalagi satu provinsi, ini akan merugikan banyak orang,” ucapnya.

photo
Relawan Vaksin Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement