Senin 28 Sep 2020 14:05 WIB

Meski Penderita Covid-19 Tinggi, Belum Ada Herd Immuninity

Menurut penelitian, kadar antibodi rata-rata lebih dari 25 persen di Timur Laut.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Berdasarkan sebuah penelitian dari jurnal medis yang diterbitkan The Lance pada Jumat (25/9) lalu, menyatakan kurang dari 10 persen warga Amerika Serikat (AS) memiliki antibodi Covid-19 pada Juli. Seorang professor Kedokteran Stanford University, Dr. Julie Parsonnet mengatakan enelitian ini jelas menegaskan meskipun tingkat Covid-19 tinggi di Amerika Serikat, jumlah orang yang memiliki antibodi masih rendah sehingga belum mendekati untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.

Para peneliti dari Stanford University memeriksa sampel darah dari 28.500 pasien yang menerima dialisis di sekitar 1.300 fasilitas, di 46 negara bagian. Penelitian ini memberikan analisis antibodi nasional pertama. Mereka mengatakan pasien dialisis mewakili populasi yang ideal untuk penelitian. Sebab, mereka menjalani pengambilan darah rutin setiap bulan. Selain itu, faktor risiko Covid-19 merupakan aturan daripada pengecualian dalam populasi dialisis AS.

"Kami dapat menentukan dengan ketelitian yang tinggi. Perbedaan seroprevalensi di antara kelompok pasien di dalam dan di seluruh wilayah AS, memberikan gambaran tentang gelombang pertama wabah Covid-19. Gambaran itu diharapkan dapat membantu memberikan informasi strategi, agar membatasi epidemi. Terutama, mengincar mereka yang rentan,” kata Direktur Pusat Penyakit Ginjal Tubulointerstitial, University Stanford, Shuchi Anand, dilansir laman CBC News.

Menurut penelitian, kadar antibodi rata-rata lebih dari 25 persen di Timur Laut. Sedangkan AS bagian barat melihat rata-rata kurang dari 5 persen. Dengan memperhitungkan usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan agama di seluruh negeri, para peneliti memperkirakan 9,3 persen populasi AS memiliki antibodi. Penelitian ini juga membandingkan data dengan penelitian Johns Hopkins University dengan memperkirakan hanya 9.2 persen pasien dengan antbodi yang sebelumnya didiagnosis Covid-19.

Tak hanya itu, para peneliti juga menemukan penduduk di lingkungan yang sebagian besar berkulit hitam dan Hispanik memiliki kemungkinan dua hingga empat kali lebih besar untuk dites positif terhadap antibodi. Sementara orang yang tinggal di daerah berpenghasilan rendah dua kali lebih mungkin dites, dan orang yang tinggal di daerah padat penduduk sepuluh kali lebih mungkin dites.

Hasil dari penelitian ini akan diumumkan minggu ini oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Direktur CDC Robert Redfield mengatakan sekitar 90 persen orang Amerika masih rentan terhadap virus Covid-19. Redfield menekankan bahwa masyarakat harus terus menggunakan masker, menerapkan jaga jarak, dan tinggal di rumah.

Para ahli mengatakan beberapa tingkat yang disebut "kekebalan kelompok" ketika cukup banyak populasi yang memiliki kekebalan. Sehingga virus tidak dapat menyebar secara efektif dan tidak akan mencapai jumlah besar dari orang memiliki akses vaksin virus Covid-19.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement