Senin 28 Sep 2020 14:51 WIB

Atasi Kemacetan Jalur Puncak, BPTJ Siapkan Program BTS

Pemerintah harus pikirkan bagaimana masyarakat mau gunakan angkutan umum di Puncak.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah wisatawan keluar dari kendaraanya menunggu kemacetan reda akibat buka tutup jalan Puncak, Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (16/8/2020). Tingginya antusias warga untuk berlibur di kawasan Puncak Bogor membuat kepadatan terjadi di sejumlah titik dan Sat Lantas Polres Bogor memberlakukan sistem buka tutup untuk mengurai kemacetan.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah wisatawan keluar dari kendaraanya menunggu kemacetan reda akibat buka tutup jalan Puncak, Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (16/8/2020). Tingginya antusias warga untuk berlibur di kawasan Puncak Bogor membuat kepadatan terjadi di sejumlah titik dan Sat Lantas Polres Bogor memberlakukan sistem buka tutup untuk mengurai kemacetan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Untuk mengatasi kemacetan di Jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Badan Pengelola Tranportasi Jabodetabek (BPTJ) bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Rencananya, untuk mengurai kemacetan BPTJ akan meluncurkan lauanan angkutan massal.

Komite Perencana Pembangunan Strategis, Yayat Supriyatna menjelaskan layanan angkutan massal tersebut adalah program bus buy the service (BTS) atau pembelian layanan bus.

“Menteri kan sudah mengatakan akan memberikan bantuan Rp 100 miliar untuk penanganan Puncak. Maka, kita Kabupaten Bogor harus mempersiapkan supaya ada sinergi antara rencana Pemerintah Pusat dengan rencana Kabupaten Bogor,” ujar Yayat.

Yayat mengatakan, penanganan kemacetan di daerah selatan Kabupaten Bogor ini harus dilakukan secara menyeluruh. Jika BPTJ akan menyediakan layanan prasarananya, tentu harus diimbangi dengan adanya alokasi dana untuk rekayasa lalu lintas. Selain itu, keberadaan angkutan kota yang sudah ada di Jalur Puncak juga harus dipertimbangkan.

Program ini, dikatakan Yayat harus dilakukan untuk jangka panjang dengan persiapan yang matang. Apalagi, Kemenhub menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi tim kajian penanganan kawasan Puncak.

“Kita tidak mau tim penyusun kajian hanya membuat kajian. Dia harus turun ke lapangan untuk berdialog dengan masyarakat, bahkan jika bisa mengeluarkan bentuk aturan yang pas untuk menata Puncak,” ujar dia.

Jika program ini berjalan, maka hal yang akan dikendalikan adalah kendaraan. Sebab, pelebaran jalan sulit dilakukan terkait dengan pembebasan lahan. Jalan tidak bertambah, sementara kendaraan terus bertambah.

“Yang kita kendalikan mobilnya. Artinya bagaimana supaya nanti ada keseimbangan antara kendaraan umum dengan kendaraan pribadi. Nah dengan BTS ini,” ujar Yayat.

Kasubdit Pengawasan dan Pengendalian BPTJ, Torang Hutabarat mengatakan pemerintah juga mesti berpikir bagaimana membuat masyarakat yang hendak berwisata ke Puncak berpindah menggunakan kendaraan umum. "Tentunya, layanan BTS yang digagas harus baik sehingga dengan sendirinya mereka menggunakan layanan angkutan umum. Dan ini PR kita bersama," kata dia.

Torang juga meminta semua unsur pemerintah mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan daerah harus terlibat untuk bersama-sama mencari solusi soal ini. Meski rutenya belum ditentukan, program BTS ini diharapkan dapat membuat masyarakat beralih dari pengunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum. Tentunya dengan ditingkatkan pelayanan umumnya terlebih dahulu.

“Jadi busnya harus bagus, layanannya harus maksimal, trayeknya jelas. Jadi orang berpikir ke Puncak nggak harus bawa kendaraan pribadi,” ujarnya.

Angkutan kota juga tetap menjadi bagian tidak terpisahkan dari penataan Puncak. Dalam program ini, Torang mengatakan harus ada sinergi. Jangan sampai ada konflik ketika penataan Puncak mulai dilaksanakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement