REPUBLIKA.CO.ID, KALIFORNIA – Selama pandemi Covid-19, konsumsi vitamin seperti madu melonjak begitu tinggi. Ironisnya, merujuk pada bank data penipuan makanan Amerika Serikat (AS), madu menduduki peringkat ketiga untuk makanan yang sering dipalsukan, setelah susu dan minyak zaitun.
Menurut penyelidikan AS, para produsen madu mengencerkan madu asli dengan sirup yang berasal dari tanaman, seperti sirup jagung fruktosa tinggi atau sirup bit. Produsen nakal itu juga dapat secara kimiawi memodifikasi gula dalam sirup tersebut agar terlihat seperti madu asli.
Selain dampak kesehatan, maraknya madu palsu merugikan peternak lebah asli. Sebab madu palsu dijual dengan harga yang sangat murah, sehingga menyisihkan madu yang asli.
"Madu palsu atau tiruan menekan harga madu asli, membuat produksi madu tak lagi menguntungkan. Peternak lebah harus beralih ke sumber pendapatan lain, seperti mengemas dan menjual madu sendiri, memelihara ratu atau sarang untuk dijual atau layanan penyerbukan. Produksi madu dengan sendirinya bukanlah pilihan yang berkelanjutan,” kata ketua Asosiasi Produsen Madu AS, Kelvin Adee seperti dikutip Insider, Senin (28/9).
Jumlah pasti madu palsu di dunia masih diperdebatkan. Analisis yang dilakukan oleh Honey Authenticity Project, sebuah asosiasi aktivis dan anggota industri, menyebutkan bahwa jumlah madu palsu atau yang dipalsukan mencapai 33 persen.
Sebuah studi tahun 2018 tentang madu untuk dijual di Australia menemukan bahwa 27 persen dari produk yang diuji palsu atau dicampur bahan lain. Awal tahun ini, Vice menguji merek madu di beberapa toko bahan pangan AS. Mereka menemukan banyak di antaranya yang dipalsukan.
Tak hanya Amerika, madu yang diimpor ke Inggris juga banyak yang dipalsukan. Inggris menerima 47 persen impor dari China pada tahun 2018, tetapi menurut analisis laboratorium dari 11 merek yang ada di supermarket, tidak ada satupun yang memenuhi standar pelabelan Uni Eropa.
Kasus ‘pencucian’ madu menjadi meluas ketika laboratorium China mulai memodifikasi sirup jagung fruktosa tinggi agar terlihat seperti madu murni. Gula dalam sirup ini yang dikenal sebagai gula C4, menjadi populer di kalangan pemalsu madu pada tahun 1970-an.
Tapi mereka segera dapat dengan mudah terdeteksi dalam pengujian, jadi para pemalsu madu memodifikasi metode mereka untuk menggunakan sirup yang dikembangkan dari tanaman dengan gula C3, seperti beras, bit, atau singkong.
"(Regulator) mulai mencari dan menangkap pelaku pemalsu madu, jadi mereka beralih ke jenis sirup lain," kata Richard Anderson, Direktur Siratech, laboratorium swasta di Texas yang mendeteksi madu palsu dan tercemar.
Pada dasarnya ada dua cara untuk menguji apakah madu itu palsu atau dipalsukan: memeriksa asal muasal atau memeriksa komposisi kimianya. Memeriksa asal muasal madu relatif mudah. Jika produsen mengatakan madu berasal dari satu tempat, tetapi tes laboratorium menunjukkan bahwa madu berasal dari tempat lain, maka kita tahu ada sesuatu yang salah.
Produsen madu juga dapat mengubah madu secara kimiawi untuk mengacaukan uji ketertelusuran kimiawi. Cara terbaik untuk menguji keaslian madu adalah dengan uji kimia yang lebih canggih, seperti SIRA atau pencitraan resonansi magnetik nuklir.