REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Astronom melihat sepasang bintang 'bayi' raksasa yang tumbuh dalam 'sup kosmik' asin. Bintang bayi raksasa ini dilihat menggunakan Atacama Large Millimeter / submillimeter Array (ALMA). Disebut bayi karena usianya sangat muda. Disebut raksasa karena ukurannya yang besar.
Setiap bintang diselimuti oleh piringan gas yang mengandung molekul natrium klorida, umumnya dikenal sebagai garam, dan uap air panas. Menganalisis emisi radio dari garam dan air, tim menemukan bahwa cakram berputar berlawanan.
Ini adalah deteksi garam kedua di sekitar bintang muda masif. Garam adalah penanda yang sangat baik untuk menjelajahi lingkungan sekitar bintang bayi raksasa.
Dilansir di Science Daily, Senin (28/9) dijelaskan, ada bintang dengan massa yang berbeda di alam semesta. Yang lebih kecil hanya memiliki sepersepuluh massa Matahari, sedangkan yang lebih besar memiliki massa 10 kali atau lebih dari Matahari. Terlepas dari massanya, semua bintang terbentuk dalam awan kosmik gas dan debu.
Para astronom mempelajari asal-usul bintang. Namun proses pembentukan bintang masif masih terselubung. Ini karena lokasi pembentukan bintang masif terletak lebih jauh dari Bumi. Bintang bayi masif dikelilingi oleh awan masif dengan struktur yang rumit.
Kedua fakta ini menghalangi para astronom untuk mendapatkan pandangan yang jelas tentang bintang muda masif dan lokasi pembentukannya.
Tim astronom yang dipimpin oleh Kei Tanaka di National Astronomical Observatory of Japan menggunakan kekuatan ALMA untuk menyelidiki lingkungan di mana bintang masif terbentuk. Mereka mengamati biner muda besar bernama IRAS 16547-4247.
Tim mendeteksi emisi radio dari berbagai macam molekul. Khususnya, natrium klorida (NaCl) dan air panas (H2O) ditemukan terkait di sekitar setiap bintang, yaitu cakram melingkar.
Molekul lain seperti metil sianida (CH3CN), yang umumnya telah diamati dalam penelitian sebelumnya tentang bintang-bintang muda masif, terdeteksi lebih jauh. Namun, para ilmuwan tidak dapat melacak struktur di sekitar bintang.
"Natrium klorida kita kenal sebagai garam, tapi ini bukan molekul umum di alam semesta," kata Tanaka.
Menurut Tanaka, ini hanya deteksi natrium klorida kedua di sekitar bintang muda masif. "Hasilnya menegaskan bahwa garam sebenarnya adalah penanda yang baik. Karena massa bintang bayi melalui cakram, penting untuk mempelajari gerakan dan karakteristik cakram untuk memahami bagaimana bintang bayi tumbuh." jelasnya.
Investigasi lebih lanjut dari piringan menunjukkan petunjuk menarik tentang asal-usul keduanya. "Kami menemukan tanda tentatif bahwa cakram-cakram berputar berlawanan arah," jelas Yichen Zhang, peneliti di RIKEN.
Jika bintang-bintang terlahir sebagai kembaran dalam sebuah piringan gas umum yang besar, maka secara alami piringan tersebut berputar ke arah yang sama. "Putaran berlawanan dari piringan mungkin menunjukkan bahwa kedua bintang ini bukanlah kembar yang sebenarnya, tapi sepasang bintang asing yang terbentuk di awan yang terpisah dan kemudian berpasangan," ucap dia.
Bintang masif hampir selalu memiliki beberapa pasangan. Karenanya, sangat penting untuk menyelidiki asal mula sistem biner masif. Tim berharap pengamatan dan analisis lebih lanjut akan memberikan informasi yang lebih dapat diandalkan tentang rahasia kelahiran mereka.
Kehadiran uap air panas dan natrium klorida, yang dilepaskan oleh penghancuran partikel debu, menunjukkan sifat panas dan dinamis dari cakram di sekitar bintang bayi masif. Menariknya, penyelidikan meteorit menunjukkan bahwa cakram Proto-Tata Surya juga mengalami suhu tinggi di mana partikel debu menguap.
Para astronom akan dapat melacak molekul-molekul yang dilepaskan dari partikel debu ini dengan baik dengan menggunakan Very Large Array generasi berikutnya, yang saat ini sedang direncanakan. Tim tersebut mengantisipasi bahwa mereka bahkan dapat memperoleh petunjuk untuk memahami asal usul Tata Surya kita dengan mempelajari cakram panas dengan natrium klorida dan uap air panas.