Senin 28 Sep 2020 17:37 WIB

APPBI Khawatirkan Perpanjangan PSBB Ketat Jakarta

Jika peritel tidak mampu bertahan karyawan yang dirumahkan dapat di PHK.

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah warga berjalan di salah satu pusat perbelanjaan di Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2020). Karena penyebaran COVID-19 dalam posisi mengkhawatirkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total mulai 14 September 2020, diantaranya dengan memberlakukan larangan kegiatan di tempat umum, larangan makan di restoran, kegiatan sekolah dan bekerja dilakukan di rumah, penutupan tempat wisata, pembatasan akses keluar masuk DKI Jakarta, serta pelarangan kegiatan dengan jumlah jemaah besar di tempat ibadah.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sejumlah warga berjalan di salah satu pusat perbelanjaan di Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2020). Karena penyebaran COVID-19 dalam posisi mengkhawatirkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total mulai 14 September 2020, diantaranya dengan memberlakukan larangan kegiatan di tempat umum, larangan makan di restoran, kegiatan sekolah dan bekerja dilakukan di rumah, penutupan tempat wisata, pembatasan akses keluar masuk DKI Jakarta, serta pelarangan kegiatan dengan jumlah jemaah besar di tempat ibadah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja khawatir penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat di Jakarta terus diperpanjang. Mengingat tren kasus positif Covid-19 tidak turun, melainkan naik."Kasus positif naik dari waktu ke waktu, padahal PSBB ketat untuk kurangi kasus positif Covid-19. Kalau ini terus terjadi, peritel tidak sanggup lagi," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Senin (28/9).

Jika peritel tidak mampu bertahan, lanjutnya, maka para karyawan yang tadinya hanya dirumahkan akan di-PHK. Industri ritel, tergantung jumlah kasus positif Covid-19.

"Ini yang harus kita antisipasi bersama pemerintah turunkan kasus positif. Namun di sisi lain sudah kehabisan tenaga, maka bagaimana agar ekonomi bertahan tapi kasus positif ditekan," kata Alphonzus. 

Ia menjelaskan, industri ritel tidak mudah memutus hubungan kerja (PHK) karyawannya. Maka sejak pandemi terjadi, karyawan hanya dirumahkan. Mereka dirumahkan karena penjualan hanya sekitar 10 persen. "Maka tanpa bantuan pemerintah, penutupan akan terjadi. Ritel tutup, seluruh mall menyerah," ujarnya. 

Alphonzus menyebutkan, masalah ini telah dibahas pemerintah dalam rapat koordinasi. Hanya saja hingga sekarang belum ada keputusan. "Diperlukan respon secepatnya karena kondisi ini mengkhawatirkan. Penerapan PSBB ketat periode satu dan dua, kalau begini bisa lebih lama diterapkan dan mengkhawatirkan," kata dia.

Kondisi, sambungnya, dapat lebih parah jika masuk resesi. "Waktu itu belum resesi saja PSBB ketat sudah mengkhawatirkan, apalagi plus resesi ekonomi. Sekarang memang situasi sangat berat," ujar Alphonzus. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement