Selasa 29 Sep 2020 06:07 WIB
Cerita di Balik Berita

Nyaris Digagahi Homo di Dalam Mobil: Om Lagi On Nih

Jangan macam-macam pak, saya wartawan, hardik saya ketika om-om itu memegang lututku.

Wartawan Republika, Ahmad Syalaby
Foto: Dok. Pribadi
Wartawan Republika, Ahmad Syalaby

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Achmad Syalaby Ichsan, Jurnalis Republika

Bekerja sebagai wartawan menjadi impian saya semenjak duduk di bangku kuliah. Tidak hanya penuh tantangan, wartawan juga punya semacam privilege di mata banyak orang. Anggapan saya ini ternyata tidak sekadar berlaku saat diadang polisi lalu lintas atau ketika bertemu dengan pejabat. Status ini amat bermanfaat setidaknya bagi saya ketika memulai masa kerja di media umat ini dengan status sebagai calon reporter (carep) pada 2009.

Lazimnya carep di Republika, kami harus menghabiskan liputan di desk perkotaan. Semua daerah di Jabodetabek harus tercover. Setiap reporter memegang "wilayah" kekuasaannya masing-masing. Saya mendapat jatah di Kota Tangerang, Bandara Soekarno-Hatta, Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan. Di sini, saya bergulat dengan macam-macam isu dari kriminalitas hingga masalah air bersih.

Untuk memudahkan mobilitas, saya pun memilih untuk mencari kos-kosan. Hari-hari saya berjalan baik-baik saja. Kosan yang berlokasi dekat dengan Kejaksaan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Tangerang, hingga Pasar Anyar memudahkan mobilitas saya untuk bekerja. Kosan yang ada di pinggir jalan memudahkan saya untuk mencari makan atau belanja kebutuhan sehari-hari.

Sampai pada satu masa. Seingat saya, hari itu jatuh pada bulan puasa ketika baru saja pulang dari mencari makan untuk sahur sekira pukul 02.30 dini hari. Sebuah mobil Innova berwarna hitam menghampiri saat saya mendekati pintu kosan.

Mengenakan kaca mata hitam, sopir itu bertanya kepada saya sebuah alamat di Pasar Anyar. Saya menunjukkan penghuni mobil itu untuk mengikuti jalan raya saja. Kemudian, ambil kanan saat bertemu pertigaan. Sesederhana itu.

Si sopir mengaku masih bingung. Dia lantas membujuk saya untuk mengantar ke tempat tujuan yang dimaksud. Entah kenapa, saya mengikuti permintaan dia untuk masuk ke dalam mobil.

Lelaki itu mulai mengendarai mobilnya sambil mengikuti arahan saya. Dia pun berbasa-basi bertanya nama, sudah berapa lama saya tinggal di Tangerang dan tetek bengek lainnya. Sembari menjawab pertanyaan lelaki tersebut, saya memperhatikan arah mobilnya yang tidak melaju ke Pasar Anyar. “Kok ini muter-muter?” batin saya.

Sopir itu kemudian memegang lutut saya. Dia bilang, “Saya lagi on nih!” Saya refleks menarik lutut dan bertanya maksudnya apa. Jujur, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan istilah "On" dari lelaki itu. Saya lantas minta diturunkan.

Dia masih mengendarai mobilnya meski tangannya sudah ada di setir. Jurus pamungkas saya berikan. “Saya ini wartawan ya pak. Saya sudah berkeluarga (Padahal waktu itu masih lajang) Awas kalau bapak macam-macam!” 

Mobilnya pun berhenti seketika. Saya langsung membuka pintu dan membantingya. Om-om berwajah peranakan itu pun tancap gas tanpa permisi.

Batin saya, “Alhamdulillah, untung jadi wartawan Republika.”

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement