Selasa 29 Sep 2020 06:10 WIB

Ini Alasan Polda Jatim Bubarkan Acara Eks Panglima TNI

Acara KAMI dianggap polisi tidak memenuhi Pasal 5 dan 6 PP Nomor 60 Tahun 2017.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Panglima TNI periode 2015-2017 Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Foto: dok. Istimewa
Panglima TNI periode 2015-2017 Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Aparat kepolisian membubarkan kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dihadiri eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo di beberapa tempat di Kota Surabaya, Senin (28/9), dengan alasan tak mengantongi izin keramaian.

Kabid Humas Polda Jawa Timur (Jatim), Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan jika pihaknya membubarkan kegiatan yang berlangsung di beberapa tempat di ibu kota Jatim, seperti di Gedung Juang 45, Gedung Museum Nahdlatul Ulama (NU), dan Gedung Jabal Noer.

"Karena kami tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi Covid-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," katanya di Kota Surabaya, Senin.

Trunoyudo menjelaskan, pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada Pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2017, yang menjelaskan kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.

Dia menjelaskan, dalam aturan Pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Jika kegiatannya bersifat nasional, kata dia, maka pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.

"Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu, tepatnya Hari Sabtu," kata Trunoyudo.

Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, menurut Trunoyudo, adalah pada masa pandemi Covid-19, keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama. Menurut Trunoyudo, alasan tersebut menjadi hukum tertinggi di masa pandemi ini.

"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di Gedung Museum NU dan terakhir di Gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017," kata mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat tersebut.

Trunoyudo itu mengingatkan, setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment. "Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tutur Trunoyudo.

"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah, termasuk pilkada sudah jelas untuk pembatasan protokol kesehatan," katanya menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement