REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mungkin kita sering menemukan perempuan yang bersuara kencang alias cempreng saat bicara atau saat dia hendak memanggil seseorang. Sebagian orang mungkin menganggap suara perempuan itu aurat sehingga harus dijaga dengan bertutur lembut. Bagaimana penjelasannya?
Ustadzah Aini Aryani menjelaskan, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum suara wanita. "Jumhur atau mayoritas ulama berpendapat suara wanita bukanlah aurat," kata dia dikutip di laman Rumah Fiqih Indonesia.
Hadits yang berbunyi shautul mar'ah aurah (suara wanita adalah aurat), jelas Ustazah Aini, bukanlah hadits shahih. Sebagian ulama berpendapat hadits ini dhaif (lemah). Sebagian lagi menyebutnya hadits mauidhu (palsu).
"Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thalibin menyampaikan, pada dasarnya suara wanita bukan aurat. Namun, hukumnya bisa berubah dalam keadaan di mana ditakutkan menimbulkan fitnah, atau sesuatu yang dapat mengganggu kekhusyuan dalam beribadah," ujarnya.
Ibrahim al-Marwidzi juga sependapat dengan Imam Nawawi dalam hal itu. Namun, beliau menambahkan wanita hendaknya tidak melantangkan suaranya dalam berbicara, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab Ayat 32:
"Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu 'tunduk' dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada 'penyakit dalam hatinya' dan ucapkanlah perkataan yang baik."
Ustadzah Aini menjelaskan, yang dimaksud 'tunduk dalam berbicara' ialah berbicara dengan sikap yang dapat membuat seseorang berani bertindak tidak baik terhadap wanita. Sedangkan yang dimaksud 'dalam hati mereka ada penyakit' ialah orang yang memiliki niat berbuat tidak senonoh dengan wanita seperti zina.
Karena itu, menurut Ustadzah Aini, wanita sah-sah saja berbicara secara langsung dengan lawan jenis sejauh tidak membawa dampak negatif. Namun, dia mengingatkan agar seorang wanita tidak membuat-buat bunyi suara saat bicara.
"Atau mendesah-desahkannya. Untuk menghindari fitnah dan mudharat atau efek negatif lainnya," katanya.
Ustadzah Aini juga menyampaikan, Ummul Mukminin Aisyah RA, dalam meriwayatkan hadits tidak menuliskannya dalam bentuk tulisan, tetapi menyampaikannya langsung secara lisan kepada para sahabat Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang wanita ahli syariah yang sangat sering meriwayatkan hadits.
"Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun meluangkan satu hari khusus untuk mengajarkan secara langsung ilmu-ilmu agama Islam kepada wanita muslimah saat itu, tanpa perantara istri-istri beliau. Beliau SAW secara langsung berdialog secara lisan dengan para wanita yang ingin belajar kepada beliau SAW," ujarnya.