REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengingatkan, iklan kampanye di media sosial dapat dilakukan peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 selama 14 hari sebelum masa tenang. Kegiatan ini berbeda dengan kegiatan kampanye daring baik melalui media sosial (medsos) maupun media online yang berlangsung selama masa kampanye 71 hari.
"Kami mengingatkan di media sosial itu bisa dilakukan selama masa kampanye selama 71 hari, cuma iklannya sendiri 14 hari. Sebelum masa kampanye berakhir. Jadi ini penting agar tidak melanggar ketentuan iklan maupun pelaksanaannya," ujar Raka saat dihubungi Republika.co.id, Senin (28/9).
Masa kampanye selama 71 hari dimulai 26 September sampai 5 Desember 2020. Masa tenang artinya tidak ada kegiatan kampanye dalam bentuk apapun selama tiga hari, 6 hingga 8 Desember hingga hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020.
Raka mengatakan, pengaturan iklan kampanye di media sosial serupa dengan ketentuan iklan kampanye di media massa baik cetak, elektronik (televisi dan radio), daring, serta lembaga penyiaran swasta/negeri. Iklan kampanye di medsos pada prinsipnya berbayar atau tidak.
Ia menuturkan, platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan Youtube memiliki fitur iklan untuk kegiatan promosi supaya menjangkau target yang lebih luas, termasuk iklan politik. Siapapun yang beriklan harus membayar biayanya.
Sementara, paslon yang menggunakan jasa influencer untuk mengkampanyekan dirinya, tidak termasuk iklan kampanye. Influencer termasuk dalam pihak lain antara paslon, penghubung, tim kampanye, pelaksana kampanye, dan relawan.
Pihak-pihak yang membantu dalam kegiatan kampanye paslon harus didaftarkan ke KPU. Setiap pengeluaran kampanye juga harus tercatat dalam laporan dana kampanye, termasuk jika paslon membayar influencer atau seseorang agar mengkampanyekan dirinya.
Sepanjang si influencer tersebut masih menggunakan medsos secara gratis seperti kebanyakan orang. Misalnya, mereka dapat mengunggah foto paslon, kegiatan kampanye paslon, dan membagikannya kepada pengikutnya di medsos. "Jadi itu tentu untuk mewujudkan kampanye yang akuntabel dan kredibel," kata Raka.
Di sisi lain, kemungkinan akun medsos para pendukung paslon juga banyak yang ikut mempromosikan jagoannya. Hal ini diperbolehkan sepanjang tidak menyalahi ketentuan perundangan-undangan dan larangan kampanye seperti menyebarkan hoaks atau berita bohong, memanfaatkan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), serta politik identitas.