REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf meminta pemerintah membebaskan UMKM dari pengenaan tarif sertifikasi halal atas produk yang mereka ajukan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Menurutnya, keberadaan UMKM telah memberikan andil besar sebagai yang terdepan dalam menopang perekonomian negara, sebagaimana dalam hal serapan tenaga kerja, nilai investasi, dan sumbangsih PDB sehingga berhak memperoleh pembelaan yang nyata dari negara.
Bukhori menjelaskan, dengan berlakunya UU No. 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Penanganan Pandemi Covid-19 sampai dengan tahun 2022, mestinya menjadi momentum bagi UMKM, khususnya usaha kecil dan mikro untuk memperoleh keberpihakan dari negara. Pasalnya, kontribusi UMKM terhadap serapan tenaga kerja mencapai 93 persen kendati nilai investasinya hanya 51 persen. Selain itu, sumbangsih mereka terhadap PDB mencapai 61 persen.
"Artinya, perlu ada balas jasa dari negara yang sepadan terhadap mereka, khususnya di masa sulit ini, supaya mereka bisa tetap survive dan roda ekonomi bisa tetap berputar,” ujar Bukhori melalui pesan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (28/9).
Lebih lanjut, Ia mengimbau supaya Kementerian Keuangan, dalam rangka penyusunan tarif sertifikasi, tidak berpatokan pada UU yang akan datang (Omnibus Law RUU Ciptaker). Sebab, masih ada UU eksisting, yakni UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang masih bisa dijadikan rujukan.
“Sesungguhnya, ketika Omnibus Law RUU Cipta Kerja nanti jadi ditetapkan, masih ada sekitar 500 Peraturan Pemerintah yang menjadi turunannya, dan itu tidak sebentar. Karena itu, segera declare saja dibebaskan, lagipula nilainya tidak besar,” ujarnya.
Dalam bahan yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan, alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk sertifikasi halal sebanyak 3,7 juta Usaha Mikro Kecil yang tercatat di data Kemenkeu, setidaknya membutuhkan anggaran senilai Rp 12,5 Triliun. Sedangkan biaya yang dibutuhkan oleh seorang pelaku usaha mikro kecil untuk kebutuhan sertifikasi tersebut sebesar Rp 3,4 juta (sudah termasuk LPH).
Ketua DPP PKS ini juga menyoroti kinerja BPJPH yang seolah terjebak dalam cara pandang yang keliru dalam me mlihat persoalan mendasar lembaga. BPJPH menganggap persoalan mendasar mereka terkait penyelenggaraan jaminan produk halal selama ini terdapat pada MUI dan masalah tarif. Akan tetapi, Bukhori memandang persoalan lembaga ini justru terletak pada masalah manajemen sehingga ia meminta agar Komisi VIII DPR untuk mengundang secara khusus BPJPH dalam rangka membantu meluruskan.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan desain besar Omnibus Law bagi UMKM, khususnya terkait prosedur mekanisme self declare. Menurutnya, prosedur tersebut masih rancu sehingga berpotensi membawa kekhawatiran bagi masyarakat terkait jaminan kehalalan sebuah produk.
“Jika mengacu pada flowchart BPJPH, yakni pendaftar/pengusaha mendaftar kemudian diajukan oleh BPJPH. Apabila syarat administrasinya terpenuhi, maka diberikan sertifikat halal. Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memastikan produk tersebut halal atau tidak?” ujarnya. Menurut dia, prosedur ini perlu disempurnakan melalui mekanisme yang lebih rasional supaya memastikan masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim ini terjamin haknya untuk mengonsumsi produk halal.