Selasa 29 Sep 2020 14:54 WIB

Wamenag Koreksi Pakar Australia Soal Islamisme dan Cingkrang

Wamenag mengoreksi pendapat pakar Australia soal Islamisme Indonesia.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Menteri Agama Zainud Tauhid (kiri)  mengoreksi pendapat pakar Australia soal Islamisme Indonesia.
Foto: Thoudy Badai_Republika
Wakil Menteri Agama Zainud Tauhid (kiri) mengoreksi pendapat pakar Australia soal Islamisme Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa’adi, memandang keliru penilaian Profesor Australian National University (ANU) Greg Fealy bahwa pemerintah Indonesia tidak ramah terhadap keberagaman dan represif terhadap kaum Islamis.

Greg mendasarkan penilaiannya setelah melihat penerbitan berbagai aturan diskriminatif di lembaga milik negara. Dia mencontohkan aturan larangan menggunakan cadar dan cingkrang bagi ASN di Indonesia, serta adanya beberapa Islamis yang disingkirkan dari posisi strategis atau ditolak promosi. 

Baca Juga

"Penggunaan istilah 'Islamisme' oleh Greg Fearly keliru atau kurang tepat. Apalagi mencontohkannya dengan celana cingkrang dan cadar," kata Kiai Zainut melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (29/9). 

Dia mengatakan, pemerintah Indonesia mendukung penuh segala bentuk aktivitas umat beragama yang mengarah pada penguatan pemahaman, pengamalan, dan penghayatan nilai-nilai agamanya. Tidak hanya Islam tapi semua agama.

Menurutnya, Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler. Indonesia adalah negara yang masyarakatnya dikenal sangat religius. Karenanya nilai dan ekspresi keberagamaan sangat mewarnai relasi antara agama dan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu tidak mungkin dibatasi, apalagi diingkari dan direpresi.

"Upaya meningkatkan kehidupan keagamaan justru terus dilakukan oleh negara melalui Kementerian Agama yang bersinergi dengan ormas, majelis, dan lembaga keagamaan," ujarnya. 

Wamenag mengatakan, di era globalisasi, Indonesia dan juga negara lainnya, menghadapi tantangan infiltrasi paham transnasional, baik dalam bentuk liberalisme, sekularisme, maupun ekstrimisme. 

Infiltrasi nilai-nilai yang berpotensi merusak tatanan kemasyarakatan Indonesia yang religius inilah yang perlu diantisipasi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah penguatan toleransi dan pengarusutamaan moderasi beragama.

"Jadi bukan Islamisme, yang kita mitigasi dan antisipasi adalah berkembangnya paham dengan tiga karakter yaitu anti-Pancasila dan NKRI, ekstrem dan anarkis sehingga sampai menistakan nilai-nilai kemanusiaan, serta intoleran, terjebak pada klaim kebenaran dan fanatisme kelompok," jelas Wamenag.

Menurutnya, pendekatan yang dilakukan pemerintah Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan. Maka penilaian Greg Fearly terkait tindakan represif jelas tidak tepat.

Wamenag menambahkan, kerukunan umat beragama di Indonesia yang harus terus dirawat, dijaga, dan ditingkatkan. Hasil survei Balitbang-Diklat Kemenag, sejak 2015-2019 angka rata-rata indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) selalu berada di atas angka 70 atau pada kategori tinggi. Indeks KUB tahun 2019 pada angka 73,83.

"Indeks ini memperlihatkan bahwa kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia adalah baik, dan itu yang terus dijaga pemerintah dan masyarakat," kata Wamenag.   

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement