Selasa 29 Sep 2020 18:13 WIB

Cara Mikroba Baik Bantu Kurangi Risiko Alergi

Mikroba di usus berperan dalam perkembangan alergi.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Kacang merupakan salah satu makanan penyebab alergi. Gejala alergi makanan disebabkan oleh respons sistem kekebalan tubuh, sedangkan gejala intoleransi atau sensitivitas tidak.
Foto: Pixabay
Kacang merupakan salah satu makanan penyebab alergi. Gejala alergi makanan disebabkan oleh respons sistem kekebalan tubuh, sedangkan gejala intoleransi atau sensitivitas tidak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jawaban dari segala permasalahan alergi, baik di kulit maupun saluran pernapasan, sepertinya ada di usus. Sains telah berulang kali menunjukkan bagaimana ekosistem mikroba yang tumbuh subur di tubuh manusia penting untuk kesehatan.

Keberadaannya membantu melawan penularan penyakit, menjaga tingkat peradangan, hingga membantu mencerna makanan tertentu. Selain mencegah penyakit, pasukan mikroskopis tersebut juga dapat membantu mencegah perkembangan alergi ketika Anda terpapar berbagai mikroba di awal kehidupan, baik di lingkungan maupun makanan.

Baca Juga

Menurut penelitian, masyarakat di perkotaan di negara-negara Barat cenderung jauh lebih sedikit terpapar mikroba daripada sebelum Revolusi Industri. Sejak itu, kasus peningkatan alergi stabil.

Paparan mikroba pada tahun pertama kehidupan bayi dapat menentukan perkembangan sistem imun, tetapi ini adalah keseimbangan yang rumit.

Dilansir Health 24, adanya kolonisasi bakteri tertentu sebelum bayi berusia enam bulan dapat membuat si kecil lebih rentan terhadap alergi. Setelahnya umur enam bulan, sistem tubuh bayi sudah lebih siap untuk menghadapi masuknya mikroba baru.

Pada orang dewasa yang mengalami alergi, seperti alergi kacang-kacangan dan serbuk sari musiman, keanekaragaman mikroba di dalam tubuhnya diyakini rendah. Mereka juga mengalami ketidakseimbangan mikrobiota pada ususnya.

Vincent Ho, seorang ahli gastroenterologi dan penulis The Healthy Baby Gut Guide, mengatakan bahwa anak-anak kini tumbuh di lingkungan yang lebih steril. Mereka tidak terpapar bakteri baik.

Padahal, eksposur ini bahkan bisa dimulai saat bayi di dalam rahim.  Studi di Swedia menemukan bahwa ibu hamil yang terpapar kehidupan peternakan, terutama peternakan sapi perah, memiliki bayi yang jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan alergi karena terpapar bakteri yang menyertai hewan yang diternak.

Situasi serupa juga dapat ditemukan di rumah yang memiliki hewan peliharaan. Anjing dan kucing memiliki lebih banyak keanekaragaman mikroba dalam debunya, yang dapat membantu mencegah alergi terkait hewan peliharaan.

Di sisi lain, paparan bakteri dari hewan di peternakan juga dapat menyebabkan alergi. Karena itulah, penting untuk membangun ketahanan mikroba di awal kehidupan.

Anda juga dapat memiliki lebih banyak keragaman mikroba usus jika memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak. Menurut Ho, sesama saudara kandung bahkan juga dapat saling memengaruhi koloni mikroba, kemudian semakin ditambah dengan kerabat atau teman-teman lainnya, seperti saat di sekolah.

Namun, pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) saat ini yang membuat aturan jarak fisik ditetapkan, yang secara tidak langsung berarti paparan mikroba terbatas. Ini mengartikan lebih banyak potensi alergi di masa depan.

Dalam hal alergi makanan, mungkin menakutkan saat bayi mulai mengonsumsi makanan padat tanpa mengetahui apa yang mungkin ditolak oleh tubuh mereka. Ho merekomendasikan agar bayi mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif hingga enam bulan, yang merupakan sumber penting bakteri baik dan kemudian mengenalkan makanan alergen selama tahun pertama kehidupannya.

Kunci dari hal ini adalah memiliki rencana yang konsisten. Memberi bayi Anda sedikit makanan penyebab alergi sepanjang hari adalah cara agar dapat memantau kemungkinan timbulnya reaksi. Perlahan-lahan, porsinya dapat ditingkatkan jika semuanya tampak baik-baik saja. Cara ini juga bisa membantu mencegah perkembangan alergi makanan di kemudian hari.

Metode lain terkait mengurangi risiko alergi saat ini juga sedang diselidiki. Pada 2019, para ilmuwan menemukan strain mikroba tertentu yang dapat melindungi dari alergi makanan serta pengenalan untuk mengatasi alergi bisa menjadi alternatif untuk desensitisasi.

Bukan hanya mikrobiota usus yang dapat memengaruhi alergi. Ekosistem ini juga mengisi saluran pernapasan dan kulit, bekerja sama untuk menjaga inangnya tetap sehat dan berkembang.

Sebuah tinjauan bahkan menunjukkan bahwa pra dan probiotik dapat membantu menyeimbangkan kembali sistem untuk mengurangi reaksi alergi. Meskipun tidak ada pencegahan atau pengobatan umum untuk alergi, penting untuk selalu mengingat usus dan mikroba penghuninya dapat membantu membendung perkembangan alergi bagi generasi mendatang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement