REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat, Prof Gusti Asnan menilai pemutaran film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30S/PKI) belum mampu menumbuhkan kesadaran anak bangsa bahwa PKI adalah dalang dari peristiwa tersebut.
"Karena sudah sekian puluh tahun film itu diputar dalam tanda kutip ternyata ada juga keraguan dan bahkan makin banyak keraguan orang akan kebenaran apa yang disampaikan dalam film tersebut," katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (29/9).
Guru Besar Sejarah Unand tersebut memandang perlu sebuah kajian atau penelitian sejauh mana efektivitas dari pemutaran film bagi penumbuhan kesadaran anak bangsa bahwa PKI merupakan dalang di balik peristiwa itu. Munculnya keraguan-keraguan di tengah masyarakat terkait kesahihan film G-30S/PKI tersebut dikarenakan lahirnya pemikiran-pemikiran maupun temuan baru yang direkonstruksi tentang G-30S/PKI.
Selain itu, Gusti Asnan menilai tidak ada persoalan apabila materi tentang G-30S/PKI dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Apalagi, sejak tahun 2000-an terjadi perubahan yang cukup drastis informasi tentang G-30S/PKI dalam buku-buku ajar.
Dulu, kata dia, dalam buku ajar hanya ada satu perspektif tentang peristiwa pembantaian tujuh jenderal TNI tersebut dilakukan oleh orang-orang PKI. Mulai dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas memiliki referensi yang sama.
Namun, kata dia, sejak tahun 2000-an dalam buku ajar dikatakan bahwa dalang di balik peristiwa itu bisa saja Soeharto, Central Intellegince Agency (CIA) dan PKI. "Jadi buku-buku ajar belakangan ini sudah tiga kemungkinan aktor di balik peristiwa itu," katanya.
Secara umum, iamenilai hal itu tidak masalah dengan catatan pengayaan sebuah ilmu pengetahuan. Sebab, idealnya sebuah pendidikan ialah mengajarkan anak didik menjadi kritis untuk sebuah pengetahuan, ujar Gusti Asnan.