REPUBLIKA.CO.ID, Pada masa pemerintahan sultan Ottoman atau Utsmaniyah, Abdul Hamid II (1876-1909), organisasi Yahudi The Central Committee of the Allian ce Israelite Universelle in Paris mengirimkan ucapan selamat kepada Sultan Abdulhamid II.
Begini isi suratnya, "Pada musim semi tahun 1492, kaum Yahudi yang diusir dari Spanyol menemukan perlindungan di Turki. Sementara mereka ditindas di belahan dunia lainnya, mereka tidak pernah berhenti menikmati perlindungan di negeri-negeri leluhur Tuan yang jaya. Mereka mengizinkan Yahudi hidup dalam keamanan, untuk bekerja dan untuk membangun … The Alliance Israelite Universelle bersama dengan Yahudi Turki; dan seluruh pemeluk agama lain dari semua negeri, bergabung dengan kami untuk merayakan ulang tahun ke-400 bertempatnya Yahudi di Turki." (Lihat, Avigdor Levy, "Introduction", dalam Avigdor Levy (ed.), The Jews of The Ottoman Empire (Princeton: The Darwin Press, 1994).
Selama ratusan tahun, Yahudi menikmati kehidupan harmonis di Turki Utsmani. Bahkan, mereka diberikan jabatan chief-rabbi (semacam mufti Yahudi). Mereka menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan dan parlemen. Tetapi, pujian Yahudi itu tak berlangsung lama. Sultan Abdul Hamid II yang gigih menentang Zionisme kemudian justru menjadi target utama cacian dan pendongkelan Yahudi Zionis.
Mulanya, gerakan Zionis berharap mendapatkan wilayah Palestina secara sukarela dari penguasa Utsmani, yang ketika itu dipimpin Sultan Abdul Hamid II. Seusai menerbitkan bukunya, Der Judenstaat, dan memimpin Kongres Zionis, 1897, Herzl ke Istanbul menemui Perdana Menteri Utsmani dan mempresentasikan rencana pendirian Palestina sebagai tanah air kaum Yahudi.
Ia menawarkan bantuan untuk melunasi utang negara Utsmani. Herzl juga melobi Kaisar Austria Wilhelm II yang berhubungan baik dengan Sultan Abdul Hamid II. Kaisar Austria setuju dengan gagasan Herzl dan merekomendasikan rencana Herzl kepada Sultan.
Namun, Sultan Abdul Hamid menolak rencana Herzl. Ia menulis surat yang sa ngat tajam isinya kepada Herzl. "Saya tidak dapat menjual walau sejengkal pun dari tanah Palestina, karena ini bukan milikku, tapi milik rakyatku." (I can not sell even a foot step of land, for it does not belong to me but to my people). (Stanford J. Shaw, The Jews of the Ottoman Empire and the Turkish Republic (Houndmilld: MacMillan Academic and Professional Ltd, 1991).
Sikap tegas Sultan Abdul Hamid terhadap program Zionis dilihat sebagai penghalang utama ambisi untuk mendirikan negara Israel. Adalah menarik cara kerja kaum Yahudi Zionis dalam menumbangkan Sultan dan mendirikan negara Yahudi. Metode yang mereka gunakan adalah semacam "smart rebellion" dan berpola klandestin.
Sultan mulai diposisikan sebagai bagian dari masa lalu, dengan jargon-jargon kebebasan, "freedom", "liberation", dan sebagainya. Mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai "Hamidian Absolutism", dan sebagainya. Gerakan Zionis di Turki Utsmani mencapai sukses yang sangat signifikan menyusul pencopotan Sultan pada April 1909.
Di antara empat perwakilan National Assembly yang menyerahkan surat pencopotan Sultan itu adalah Emmanuel Carasso (Ya hudi) dan Aram (Armenia). (Lihat, Mehmed Maksudoglu, Osmanli History 1289- 1922, Kuala Lumpur: IIUM, 1999).
Sejak 1908, kekuasaan di Turki praktis berada di tangan Committe and Union Pro gress (CUP), organisasi yang dibentuk Gerakan Turki Muda (Young Turk Movement). CUP memiliki hubungan dekat dengan para aktivis Zionis, dan tidak terlalu peduli dengan gerakan pemberontakan dan separatisme yang dilakukan Zionis.