REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsudin menyesalkan tindakan polisi yang membubabarkan acara Silaturahim Akbar KAMI di Surabaya pada Senin (28/9) kemarin. Din menilai, polisi telah bertindak tidak profesional.
"Dari peristiwa tersebut juga diketahui bahwa aparat penegak hukum/Polri belum bertindak secara profesional dan berkeadilan," kata Din dalam keterangan tertulisnya yang dikirimkan kepada Republika, Selasa (29/9).
Din mengatakan, pihaknya sebenarnya mendukung alasan polisi membubarkan acara, yakni penegakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Namun, ia melihat penegakan protokol tak dilakukan secara adil dan menyeluruh.
Beberapa contohnya, kata dia, saat adanya pertunjukan dangdut di Tegal, Jawa Tengah, tapi tak ada pembubaran. Begitu pula dalam sejumlah kegiatan Pilkada yang mengumpulkan banyak orang. Tak ada pula pembubaran terhadap kerumunan massa yang menolak acara KAMI di Surabaya.
"Pada peristiwa Surabaya, Polri justru masuk ke dalam ruangan membubarkan acara KAMI yang menerapkan Protokol Kesehatan. Sementara kelompok yang menolak KAMI dibiarkan berkerumun dan beragitasi di luar dan melanggar Protokol Kesehatan," ujar Din.
Din juga menyoroti soal tak adanya upaya polisi melindungi acara KAMI. Di lain sisi, polisi juga tak mencegah massa pendemo yang menolak kegiatan KAMI. Hal demikian, kata dia, sudah kerap terjadi sebelumnya.
"KAMI berdamba Polri dapat berfungsi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat," ucapnya.
Kendati menyesalkan peristiwa tersebut, Din menerimanya dengan lapang dada. "Sebagai salah seorang Presidium KAMI, saya menyambut peristiwa tersebut dengan lapang dada dan mengambil hikmah," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Sebelumnya, acara Silaturahim Akbar Kami itu sejatinya dilaksanakan di Gedung Juang 45, Surabaya, pada Senin (28/9). Namun, acara batal digelar lantaran massa yang sudah berkumpul di sana untuk menolak kegiatan tersebut. Acara diganti menjadi kegiatan ramah tamah di Gedung Jabal Nur, Jambangan Surabaya, pada hari yang sama.
Dalam acara ramah tamah itu, Presidium KAMI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo diminta menyampaikan pidato. Namun, saat mantan Panglima TNI itu berpidato, polisi masuk ke dalam gedung dan meminta pidatonya dihentikan. Polisi itu juga meminta acara disudahi karena massa pendemo sudah berada di luar gedung Jabal Nur.
Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, pembubaran acara tersebut karena tidak berizin. Selain itu, kata dia, acara dihentikan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Terkait dengan kegiatan yang sifatnya lokal pengajuan izin harus 14 hari sebelumnya. Untuk kegiatan yang sifatnya nasional harus 21 hari sebelumnya. Kita ketahui dari beberapa yang kita lihat, surat-surat administrasi itu baru diberikan 26 September atau baru 2 hari lalu," kata Trunoyudo di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (28/9)