Selasa 29 Sep 2020 19:48 WIB

Pendidikan Perempuan dan Masa Depan Afganistan

Alizada mengatakan dia tidak akan membiarkan politik menghalangi kuliahnya

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Taliban dan pemerintah Afghanistan melakukan perundingan untuk terciptanya perdamaian.
Foto: BBC/Reuters
Taliban dan pemerintah Afghanistan melakukan perundingan untuk terciptanya perdamaian.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Seorang putri dari pekerja penambang batu bara di Afghanistan menduduki peringkat teratas dalam ujian masuk universitas terbaik di sana. Dia sudah bercita-cita ingin menjadi dokter. Kementerian pendidikan menyebut Shamsia Alizada (18 tahun) menjadi yang pertama dari lebih dari 170.000 siswa yang masuk universitas. Keberhasilan itu pun diikuti ucapan selamat dari mantan Presiden Afghanistan, Hamid Karzai dan utusan asing, d’affaires Amerika Serikat (AS).

Perayaan tersebut diadakan dalam waktu yang sensitif, bersamaan pemerintah mengadakan pembicaraan damai dengan Taliban yang melarang anak perempuan untuk bersekolah. Kala itu antara tahun 1997 dan 2001.

Namun, Alizada mengatakan dia tidak akan membiarkan politik menghalangi kuliahnya. "Saya memiliki beberapa ketakutan tentang kembalinya Taliban. Tetapi saya tidak ingin kehilangan harapan saya, karena impian saya lebih besar dari ketakutan saya,” kata Aliza dilansir dari TheGuardian, Selasa (29/9).

Lebih lanjut, dia menjelaskan ayahnya yang bekerja di tambang Utara, telah memindahkan keluarganya ke Kabul untuk memastikan Alizada mendapatkan pendidikan yang layak.