Selasa 29 Sep 2020 21:58 WIB

Bawaslu Minta Keselamatan Rakyat Jadi Misi Pilkada 2020

Pilkada serentak 9 Desember 2020 dinilai menjadi pilihan yang sangat berisiko.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Esthi Maharani
Pilkada serentak 2020 berlangsung saat pandemi Covid-19 belum reda.
Foto: Republika
Pilkada serentak 2020 berlangsung saat pandemi Covid-19 belum reda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 dinilai menjadi pilihan yang sangat berisiko. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun meminta agar Pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan di 270 daerah, meliputi 9 provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota itu menjadikan keselamatan rakyat sebagai misi utama.

Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengingatkan, sampai dengan 28 september 2020, orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 278,722 orang, dengan kenaikan 3,509 orang per hari. Dewi pun mengungkapkan misi yang tidak terpisahkan dalam Pelaksanaan pilkada pada situasi pandemi Covid-19, yaitu misi keselamatan rakyat menjadi hak atas kesehatan dan kedaulatan rakyat.

“Ini menjadi tantangan bagi pengawas dan penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan pilkada 2020,” ucap Ratna Dewi Pettalolo dalam diskusi virtual tentang “Pilkada 2020: Tunda atau dilanjutkan?” yang diselenggarakan Human Studies Institute (HSI), Selasa (29/9).

Menurut dia, ada empat kerawanan dalam pelaksanaan pilkada 2020 di masa pandemic Covid-19. Pertama, risiko kesehatan disaat pandemi Covid-19, maka bawaslu menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) No.4 Tahun 2020, khususnya Pasal 4, Ayat 2, yang menjelaskan tentang Penerapan Protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19, pada kegiatan tatap muka di dalam ruangan, dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020.

“Kedua, resiko pemanfaatan fasilitas pemerintah yaitu bantuan sosial yang dilakukan para calon kepala daerah. Ketiga, politik uang yang disebabkan kondisi perekonomian masyarakat yang saat ini lemah," jelas dia.

Keempat, lanjut Ratna Dewi, adalah partisipasi masyarakat yang harus dibangun dengan kondisi keamanan dan kenyamanan,” ujarnya.

Ia pun mengungkapkan terkait dasar hukum penundaan atau kelanjutan pilkada serentak itu ada di UU Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang berprinsip fundamental.

"Diantaranya terkait kondisi pandemi Covid-19 yang menimbulkan korban menjadi pertimbangan empiris kemanusiaan dan kepentingan penanggulangan penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional", ujar Dewi menegaskan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement