REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Jatim Okky Tri Hutomo menyebut faktor yang menyebabkan masyarakat membeli gawai berubah saat pandemi. Jika biasanya mengikuti tren, kini karena rusak atau hilang.
"Berdasarkan informasi yang dihimpun, ada penurunan daya beli yang terlihat dari alasan masyarakat membeli gawai baru. Kalau beli, alasannya kalau tidak karena rusak atau hilang, berbeda dengan kondisi normal di mana keinginan membeli adalah untuk mengikuti perkembangan teknologi terbaru," kata Okky, kepada wartawan di Surabaya, Selasa (29/9).
Hal ini, kata dia, menyebabkan permintaan terhadap produk-produk teknologi informasi (TI) termasuk gawai diperkirakan sampai akhir tahun masih melandai kalau dibandingkan 2019. Ia mengatakan, hingga kuartal ketiga tahun 2020 belum ada kenaikan permintaan.
Secara rata-rata, terjadi penurunan penjualan kalau dibandingkan tahun 2019 sekitar 30-40 persen. Sementara dalam situasi normal pada tahun 2019 penjualan rata-rata tumbuh 15 persen.
Apalagi, kata dia, dampak dari penerapan PSBB di DKI Jakarta mengganggu dari sisi distribusi. Selama ini, mayoritas produk disuplai dari Jakarta, seperti proses impor dari Tiongkok dan Taiwan yang berbeda dengan kondisi ketika normal sebelum pandemi.
Saat ini, lanjutnya, sejumlah pelaku bisnis TI berupaya memperluas pasar dengan memanfaatkan jalur pemasaran daring. Meski, hal itu dinilai tidak memiliki dampak signifikan karena kecenderungan pembeli yang ingin datang dan melihat langsung di toko.
Namun, Okky mengakui, sejumlah pelaku usaha masih optimistis permintaan dapat meningkat. Hal ini sejalan dengan tingginya kebutuhan produk TI untuk penunjang kegiatan pendidikan.
"Para pelaku usaha mulai optimistis adanya potensi peningkatan permintaan sejalan dari kegiatan pembelajaran. Ketika siswa sudah kembali masuk sekolah, maka kebutuhan terhadap produk TI meningkat karena untuk menunjang kegiatan pendidikan," katanya.