REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria Zulfikar
Konflik Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dimulai puluhan tahun yang lalu. Saat seluruh kawasan itu masih dikuasai Bolshevik pada 1920-an. Saat masih di bawah kekuasaan Kekaisaran Rusia, gesekan antara Armenia dan Azerbaijan masih dapat dikendalikan.
Namun, ketika Uni Soviet runtuh, tidak akan kekuatan besar yang dapat menahan perang terbuka di perbatasan tersebut. Council on Foreign Relations menjelaskan pada 1988 badan legislatif Nagorno-Karabakh meloloskan undang-undang untuk bergabung dengan Armenia walaupun daerah administratif mereka berada di perbatasan Azerbaijan.
Thomas De Waal dalam bukunya Black Garden: Armenia and Azerbaijan through Peace and War menceritakan bagaimana peristiwa itu memicu perang yang belum selesai hingga hari ini. Pada Februari 1988, Menteri Dalam Negeri Rusia Grigory Kharchenko mendatangi sebuah desa di perbatasan tersebut.
Ia baru kembali tujuh bulan kemudian. Kharchenko menceritakan bagaimana permusuhan tiba-tiba mencengkram desa tersebut.
"Itu desa tua, semua orang Armenia dan Azerbaijan saling menikah, mereka memisahkan semuanya, menyelesaikan isu nasional ini di antara mereka sendiri, saya masih ingat kata-kata mereka ketika mereka mengatakan 'hal ini tidak akan berdampak pada kami, ini tanah longsor jauh dari mana-mana, yang mana tidak akan membuat kami bertengkar', lalu pada bulan September saya datang ke sana ditemani pasukan dan menempatkan mereka di sebuah sekolah," kata Kharchenko seperti dikutip De Waal.
Kharchenko mengatakan, sejak saat itu semuanya menjadi terpecah belah. Satu desa untuk Armenia bagian desa lainnya milik Azerbaijan. Tidak hanya desa, keluarga pun menjadi terpecah belah.
"Suami yang orang Azerbaijan tinggal bersama tiga orang anaknya dan istrinya yang orang Armenia tinggal bersama tiga orang sisa anak mereka," tambah Kharchenko.
Ketegangan semakin parah ketika Uni Soviet resmi bubar pada 1991. Armenia yang sebelumnya daerah otonom pun mendeklarasikan kemerdekaan. Perang antara Armenia dan Azerbaijan pun pecah dan menewaskan lebih dari 300 ribu jiwa. Ratusan ribu orang terpaksa mengungsi.
Pada 1993, Armenia menguasai wilayah Nagorno-Karabakh dan menduduki 20 persen daerah yang dikelilingi Azerbaijan. Pada 1994, Rusia menengahi gencatan senjata yang berlaku hingga 27 September lalu.
Walaupun sudah ada perjanjian gencatan senjata, tidak berarti ketegangan berhenti. Tidak lama setelah unjuk rasa pemilihan umum Armenia 4 Maret pada 2008 terjadi baku tembak antara orang Armenia dan pasukan Azerbaijan.
Militer Armenia menuduh Azerbaijan mencoba memanfaatkan kerusuhan yang terjadi negara itu. Sementara, Azerbaijan menuduh pemerintah Armenia berusaha mengalihkan perhatian masyarakat dari kerusuhan di dalam negeri dengan urusan di perbatasan.
Pada 14 Maret, Majelis Umum PBB menggelar pemungutan suara untuk menentukan apakah Resolusi 62/243 perlu diadopsi atau tidak. Resolusi yang meminta pasukan Armenia mundur dari daerah konflik menang dengan perbandingan suara 39 lawan 7.
Dua tahun kemudian, tepatnya 18 Februari 2010 terjadi baku tembak di perbatasan yang memisahkan tentara Azerbaijan dan pasukan Armenia di Karabakh. Dalam insiden ini Azerbaijan menuduh pasukan Armenia melepaskan tembakan ke posisi Azerbaijan di pos dekat desa Tap Qaraqoyunlu, Qızıloba, Qapanlı, Yusifcanlı dan Cevahirli serta dataran tinggi Agdam Rayon.
Azerbaijan menuduh Armenia menembaki pasukan mereka dengan senjata api ringan dan sniper. Peristiwa ini menewaskan empat orang dan melukai satu orang tentara Azerbaijan. Bentrokan dan baku tembak yang terjadi pada tahun 2008 hingga 2010 terjadi karena pelanggaran gencatan senjata.
Bentrokan yang terjadi pada bulan April 2011 menewaskan tiga orang tentara di Nagorno-Karabakh. Pada 5 Oktober dua tentara Azerbaijan dan tiga tentara Armenia tewas. Sepanjang tahun itu bentrokan di perbatasan menewaskan 10 orang tentara Armenia.
Gesekan, baku tembak dan bentrokan kembali terjadi pada 2014, 2016, 2018 dan 2020. Ketegangan tahun ini bermula terjadi pada bulan Juli lalu di mana 13 orang tentara Armenia termasuk lima orang sipil dan lima orang Azerbaijan tewas dalam sebuah bentrokan.
Bentrokan kembali terjadi pada 27 September hingga Armenia memobilisasi pasukannya ke Nagorno-Karabakh. Di tanggal yang sama Parlemen Azerbaijan mendeklarasikan perang terhadap tetangganya itu.