REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Pertempuran antara Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh berlanjut hingga hari ketiga pada Selasa (29/9). Peristiwa ini tetap terjadi meski seruan internasional untuk gencatan senjata telah dikumandangkan.
Dikutip dari Euronews, korban tewas yang dilaporkan dari pertempuran itu mencapai 95 termasuk 11 warga sipil, sembilan di Azerbaijan dan dua di pihak Armenia. Korban sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, dengan kedua belah pihak mengeklaim telah membunuh ratusan tentara musuh.
Menteri Pertahanan Armenia mengatakan telah menghancurkan 49 pesawat tak berawak, empat helikopter, 80 tank, satu pesawat militer, dan 82 kendaraan militer Azerbaijan sejak akhir pekan. Serangan tersebut telah menimbulkan korban berat bagi negara itu.
Otoritas Nagorno-Karabakh yang didukung Armenia mengatakan, telah mendapatkan kembali posisi yang hilang sehari sebelumnya. Namun, klaim tersebut telah dibantah Azerbaijan.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan, pertempuran sengit berlanjut hingga Selasa pagi. Pasukannya telah menghancurkan empat tank musuh, satu kendaraan lapis baja, dan menewaskan sepuluh tentara.
Pertempuran tersebut telah menimbulkan kekhawatiran internasional. Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat yang menjadi mediator di Grup Minsk menyerukan gencatan senjata segera. PBB, Jerman, dan Inggris juga telah bergabung dengan seruan untuk berhenti bermusuhan.
Kanselir Jerman Angela Merkel berbicara dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan melalui telepon. Dia mendesak keduanya untuk berkomitmen pada gencatan senjata segera dan kembali ke meja perundingan.
Dalam pernyataan bersama, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dan Menteri Luar Negeri Kanada François-Philippe Champagne menyatakan kedua negara sangat prihatin dengan laporan aksi militer skala besar di sepanjang Garis Kontak di zona konflik Nagorno-Karabakh.
"Laporan penembakan terhadap permukiman dan korban sipil sangat memprihatinkan. Kami menyerukan diakhirinya segera permusuhan, penghormatan atas perjanjian gencatan senjata, dan perlindungan warga sipil," ujarnya.