Rabu 30 Sep 2020 17:22 WIB

Covid Belum Terkendali, Komunikasi Publik Perlu Diperbaiki

Pakar menyarankan pemerintah memperbaiki komunikasi publik penanganan Covid-19.

Seorang penggali kubur jongkok saat upacara pemakaman di Pemakaman Pondok Ranggon di Jakarta, Indonesia, 30 September 2020. Menurut laporan, tanah di Pemakaman Pondok Ranggon yang diperuntukkan bagi penguburan orang-orang yang meninggal dengan COVID-19 semakin menipis dan diperkirakan akan habis. keluar dalam dua bulan.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Seorang penggali kubur jongkok saat upacara pemakaman di Pemakaman Pondok Ranggon di Jakarta, Indonesia, 30 September 2020. Menurut laporan, tanah di Pemakaman Pondok Ranggon yang diperuntukkan bagi penguburan orang-orang yang meninggal dengan COVID-19 semakin menipis dan diperkirakan akan habis. keluar dalam dua bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizky Suryarandika, Febrianto Adi Saputro

Laju penularan Covid-19 di Indonesia hingga kini belum menunjukkan penururan. Setelah sempat turun, pada hari ini, Rabu (30/9), jumlah kasus harian Covid-19 kembali berada pada angka 4.000-an kasus atau tepatnya 4.284.

Baca Juga

Total kasus konfirmasi Covid-19 secara nasional mencapai 287.008. Adapun, total kasus meninggal mencapai 10.740 orang dan kasus sembuh mencapai sebanyak 214.947.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Dosen Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UI, Iwan Ariawan, menyatakana, Indonesia bahkan belum selesai dari gelombang pertama infeksi Covid-19. Merujuk pada data terakhir dan kurva epidemi, menurut Iwan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Iwan mengatakan, cara paling tepat untuk mengendalikan kondisi saat ini adalah dengan melakukan PSBB yang lebih ketat. PSBB ketat mampu menurunkan risiko penularan Covid-19 hingga 50 persen. Namun, pada saat Jakarta berada pada kondisi PSBB transisi, kasus Covid-19 kembali naik.

"Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas penduduk yang dilakukan saat PSBB ketat dan PSBB transisi. Dengan PSBB ketat tentu dapat mengendalikan kasus Covid-19 yang ada di Jakarta meski tetap menunjukkan kasus baru per harinya,” ujar Iwan.

Ia juga menguraikan bahwa, PSBB dapat berdampak dan bermanfaat apabila perilaku 3M (mencuci tangan dengan sabun, memakai masker dan menjaga jarak), dan TLI (tes, lacak, dan isolasi) senantiasa dilakukan.

"Berdasarkan penelitian, perilaku 3M terbukti dapat mencegah dan menurunkan risiko hingga di atas 50 persen, dengan catatan, perilaku 3M dilakukan dengan ketentuan dan berdasarkan pedoman yang benar," katanya.

Senada dengan Iwan, Guru Besar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI Ascobat Gani juga menilai, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum terkendali. Namun, katanya pendekatan strategi lain yang tak boleh ditinggalkan adalah dengan melakukan strategi pencegahan, di antaranya dengan melakukan pencegahan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Germas, jaga jarak, hingga pelaksanaan karantina.

Ascobat menyebutkan, bahwa dari hasil testing yang dilakukan sejauh ini, positivity rate Indonesia berada pada angka 14,3 persen. Yang artinya, setiap kerumunan sekitar 100 orang terdapat sekitar 15 orang yang dapat menularkan virus.

"Namun, pelaksanaan testing atau surveilans harian sebagai proses deteksi di Indonesia juga masih mengalami masalah. Testing di Indonesia ada pada angka lebih kurang 21 ribu orang rata-rata per harinya atau 165 ribu per minggunya, sedangkan jika melihat dari rekomendasi WHO adalah pada angka 267 ribu orang per minggunya," ujarnya.

Tak hanya berbicara mengenai kapasitas sistem kesehatan, Ascobat menjelaskan, bahwa penduduk maupun pemerintah memiliki hak dan kewajiban masing-masing pada situasi pandemi saat ini.

"Penduduk berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kewajiban memelihara kesehatan dan kesehatan lingkungan," katanya.

Di sisi lain, pemerintah berhak untuk membuat dan melakukan penegakan peraturan tersebut dengan tidak lupa berkewajiban untuk memperhatikan kesehatan masyarakat dan mengendalikan wabah serta memberikan bantuan sosial akibat kebijakan dalam rangka mencegah penyebaran penyakit di saat pandemi Covid-19, ujarnya.

"Dalam menangani situasi wabah saat ini, Indonesia bisa mengacu pada pedoman kapasitas sistem kesehatan IHR (International Health Regulation, WHO) 8 Core Capacities dengan didukung pembiayaan APBN dan APBD, penguatan Dinas Kesehatan, dan penguatan pelaksanaan pelayanan primer dan rujukan baik darurat maupun intensif dalam menyiapkan kapasitas kesehatan," kata Ascobat.

IHR 8 Core Capacities yang dimaksud meliputi poin legislasi dan kebijakan, koordinasi, surveilans, respons, kesiapsiagaan, komunikasi risiko, sumber daya manusia tenaga kesehatan, dan ketersediaan laboratorium. Lebih lanjut, Ascobat mengungkapkan, bahwa dalam menyiapkan kapasitas sistem kesehatan harus dilakukan dengan pendekatan lintas sektor dengan menekankan pada sektor kesehatan masyarakat, manajemen kedaruratan, pengendalian perbatasan, pelabuhan, bandara, dan imigrasi, serta sektor transportasi.

In Picture: Razia Protokol Kesehatan di Berbagai Kota

photo
Petugas gabungan memanggul keranda berisi boneka pocong saat melaksanakan razia masker di Medan, Sumatera Utara, Selasa (29/9/2020). Razia masker dengan membawa boneka pocong tersebut untuk mengingatkan masyarakat agar tetap menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. - (Antara/Irsan Mulyadi)

Perbaiki komunikasi publik

Guru Besar Ilmu Komunikasi UI Ibnu Hamad menyampaikan, sejumlah catatan mengenai penyampaian pesan penanganan Covid-19. Hamad memandang perlunya perbaikan cara komunikasi agar dipatuhi masyarakat.

Hamad memantau rendahnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan dan penanganan Covid-19. Salah satu buktinya masih banyak masyarakat terkena teguran dan denda untuk perkara simpel seperti memakai masker.

Hamad memaparkan efektivitas komunikasi dalam suatu kampanye sosial seperti pencegahan penularan Covid-19 dipengaruhi dua faktor yang saling berkaitan.

"Pertama, penyampaian pesannya tidak bisa bersifat transimisionik, tidak boleh pesan sekadar dikirimkan kepasa masyarakat lalu dianggap selesai. Melainkan harus terus menerus diulang-ulang," kata Hamad pada Republika, Rabu (30/9).

Kemudian faktor kedua ialah pengawasan. Dalam pengawasan ini bisa bersifat koersif (pemaksaan termasuk denda, hukum fisik) dan persuasif. Menurut Hamad, pengawasan bersifat persuasif harus lebih ditonjolkan ketimbang koersif.

"Untuk masyarakat Indonesia, tampaknya pengawasan yang persuasif ini yang harus ditonjolkan. Tindakan-tindakan yang edukatif dan humanis yang dilakukan petugas lapangan kepada pelanggar aturan sebaiknya diekspose supaya menumbuhkan simpati dan dukungan pada kampanye," ujar Hamad.

Hamad menekankan bahwa proses pengawasan wajib dilakukan kontinu hingga dinyatakan masa pandemi berakhir. Pengawasan tak bisa dijalankan hanya secara parsial.

"Satgas atau para petugas lapangan ini sebaiknya juga bertindak selaku penyuluh bukan sebagai penegak aturan belaka," ucap Hamad.

Gaya komunikasi publik pejabat dalam penanganan Covid-19 dinilai lemah oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena. Ia menyoroti gaya kepemimpinan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto dan jajarannya.

"Banyak yang sudah dan akan dilakukan namun tidak terpublikasi secara baik ke publik melalui media massa sehingga kinerja Menkes dan Kemenkes seolah-olah tertutup oleh kementrian atau lembaga lain yang mampu tampilkan kinerjanya dengan baik ke publik melalui media massa," kata Melki dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa (29/9).

Melki juga mendorong Menkes dan jajarannya untuk terus bekerja menangani aspek kesehatan secara optimal. Selain itu ia juga meminta agar Kemenkes menkonsolidasikan semua pihak yang juga menangani hal yang sama, seperti TNI, Polri, BIN, BUMN, BNPB dan lainnya sehingga sinergi berjalan baik.

"Kami juga mendorong komunikasi publik Menkes dan jajarannya dibenahi secara optimal sehingga publik mengetahui secara baik apa yang sudah dan akan dilakukan sehingga mendorong optimisme dan kepercayaan publik dalam merespon apa pun dinamika Covid 19 di seluruh penjuru Tanah Air," ungkap politikus Partai Golkar itu.

Kendati demikian, dirinya meyakini Menkes dan seluruh jajaran Kemenkes sejak awal pandemi terus bekerja dan memastikan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang menjadi tanggungjawabnya bekerja secara optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan banyak korban tenaga kesehatan yang terpapar covid 19.

"Kemenkes menjadi klaster perkantoran yang terbanyak terpapar Covid-19 menunjukkan kerja keras Menkes dan jajaran Kemenkes serta seluruh sumber daya tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah dikerahkan," ujarnya.

Publik sebelumnya mempertanyakan kinerja Menkes dalam upaya menghadapi virus corona. Sosoknya seolah-olah menghilang setelah diawal-awal terkesan menyepelekan kemunculan virus corona. Tidak hanya bagi publik dalam negeri, media asing pun ikut menyoroti.

Asia Times melaporkan, meskipun setidaknya 107 dokter dan 74 perawat telah meninggal karena Covid-19, infeksi yang terjadi di kantor Kemenkes di Kuningan, Jakarta Selatan, tampaknya menunjukkan pemerintah tidak mempraktikkan protokol kesehatan sebagaimana yang diberitakan.

photo
Tiga Lokasi Isolasi Mandiri Pasien Covid-19 - (Data Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement