REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama-ulama terdahulu sudah menemukan dan membuat tafsir serta takwil Alquran yang berhubungan dengan isu-isu ilmu pengetahuan dan sains.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Studi Alquran di Maroko, Mohamed El Mantar, dalam Seminar Internasional bertema 'Menyingkap Mukjizat Ilmiah Alquran' yang diselenggarakan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama (Kemenag) secara virtual pada Rabu (30/9).
"Tafsir ilmi atau mukjizat ilmiah di dalam Alquran ini sebetulnya bukan hal yang baru karena kalau kita baca karya-karya ulama terdahulu, kita temukan tafsir atau takwil terhadap ayat-ayat Alquran yang terkait dengan isu-isu ilmu pengetahuan dan ilmu sains dan lain-lain," kata El Mantar saat menjadi narasumber Seminar Internasional pada Rabu (30/9).
Dia mengatakan, tafsir atau takwil yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan sains itu dibuat secara pribadi atau kelompok. Umat Islam sekarang bisa membacanya dengan jelas pada karya-karya ulama terdahulu.
Dia menegaskan, sangat penting membahas dan memahami istilah-istilah yang ada dalam Alquran dan dalam dunia sains. Karena seperti yang terjadi pada masa sebelum Imam Al-Ghazali menyusun kitab yang sangat terkenal yaitu Ihya Ulumuddin.
Dia memandang bahwa pada masa itu terjadi pemahaman-pemahaman yang rancu terhadap berbagai macam istilah di dalam Alquran. Sehingga mengakibatkan runtuhnya pemikiran dan pemahaman terhadap konsep-konsep yang sebenarnya di dalam Alquran.
Kondisi itu yang mendorong Imam Al-Ghazali untuk memperbaiki dan meluruskan kembali melalui bukunya yang sangat fenomenal, Ihya Ulumuddin. Begitu pula yang dilakukan banyak tokoh-tokoh Muslim lainnya melakukan yang dilakukan Imam Al-Ghazali.
Menurut El Mantar, istilah yang digunakan Alquran terkait dengan pengembangan pembahasan tentang sains dan ilmu pengetahuan ini setidaknya ada dua, yaitu tafakur dan tadabur.
Selain itu, karakter yang dimiliki Alquran harus dipahami dengan baik antara lain bahwa Alquran bersifat mutlak dan pasti benar serta mengandung solusi terhadap berbagai persoalan yang ditemukan masyarakat.
"Dan yang tidak kalah pentingnya Alquran tidak bisa disentuh (dipahami) kecuali oleh orang-orang yang suci, dan suci di sini banyak yang memaknainya suci hati sehingga kita tidak bisa sembarangan mengambil kesimpulan terhadap ayat-ayat Alquran jika hati kita belum suci," ujar Dosen Universitas Hasan II Casablanca ini.
Dia menegaskan, orang-orang yang tidak memiliki hati yang suci akan sulit menjelaskan makna-makna kemukjizatan di dalam Alquran. Teks-teks atau makna-makna Alquran tidak boleh ditafsirkan secara liar dan asal-asalan sesuai yang ada dalam pikiran, tetapi harus sesuai dengan kaidah-kaidah.
Maka untuk memahami betul makna sains dalam Alquran, teks tidak boleh lepas dari konteks nuzul-nya seperti apa atau lingkup sekitar pada masa itu yang melatari turunnya ayat itu harus dipahami. Ini menjadi sangat penting untuk dipahami.