REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman resesi mengadang Indonesia di depan mata. Sejalan dengan habisnya periode kuartal III tahun ini, pemerintah memprediksi Indonesia masih akan mengalami kontraksi ekonomi. Kendati begitu, kontraksi yang masih akan terjadi diyakini tidak akan sedalam kuartal II lalu yakni minus 5,32 persen. Pemerintah memasang prediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III ini berada di sekitar minus 2 persen.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, peluang kontraksi yang masih terjadi pada kuartal III disebabkan oleh belanja pemerintah yang cukup 'jor-joran' belum mampu menambal anjloknya konsumsi rumah tangga dan investasi.
Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga sendiri menyumbang 56 persen keseluruhan ekonomi nasional. Adanya pandemi Covid-19 membuat konsumsi rumah tangga sebagai motor penggerak utama ekonomi nasional menjadi mandek. Pemerintah pun berusaha menggenjot roda ekonomi dengan menggelontorkan belanja pemerintah, seperti bantuan sosial kepada masyarakat.
"Konsumsi pemerintah di kuartal III akan naik tajam. Namun dia belum bisa mengompensasi penurunan konsumsi dan investasi. Kita terus melihat supaya kita pastikan pertumbuhan konsumsi pemerintah menjadi faktor yang membantu pertumbuhan ekonomi," ujar Suahasil dalam keterangan pers di kantor presiden, Rabu (30/9).
Pemerintah mencatat, pertumbuhan belanja pemerintah pada kuartal I 2020 sebesar 3,7 persen. Angkanya meningkat pada kuartal II menjadi 6,9 persen. Dipastikan, realisasi pertumbuhan konsumsi pemerintah akan jauh lebih tinggi pada kuartal III 2020.
Pemerintah, ujar Suahasil, juga akan memastikan seluruh anggaran yang disiapkan melaui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) bisa segera tersalurkan sebelum akhir tahun. Dengan begitu, perbaikan secara signifikan diharapkan bisa terjadi pada kuartal IV 2020 nanti.
Optimisme pemulihan kinerja ekonomi nasional juga didukung mulai menggeliatnya aktivitas ekonomi. Hal ini terlihat dari indeks PMI (purchasing manager's index) Indonesia yang kembali tembus 50,8 pada Agustus 2020. Sebelumnya pada Juni, skor PMI nasional sempat jatuh ke 46,9 yang menggambarkan kondisi kontraksi sektor industri. Sebagai informasi, skor PMI menggambarkan optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian nasional ke depan.
"Ini merupakan indikasi yang baik bahwa dunia usaha kita sudah mulai menggeliat lagi, sudah mulai memberi barang-barang untuk input produksi. Ini baik. Kita berharap ini akan terus," ujarnya.
Gambaran pemulihan ekonomi bisa diihat dari mulai meningkatnya angka penjualan kendaraan bermotor. Menurut data yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), angka penjualan ritel (dealer ke konsumen) kendaraan bermotor pada Agustus 2020 mencapai 37.655 unit.
Angka tersebut sudah lebih tinggi dibanding penjualan pada Juli sebanyak 35.799 unit, Juni dengan 28.859 unit, dan Mei yang mencatatkan angka penjualan terendah dengan 17.083 unit. Kendati secara bulan ke bulan sudah ada pemulihan, namun angka penjualan sepanjang tahun ini masih jauh di bawah tahun lalu.
Angka penjualan ritel kendaraan bermotor sepanjang Januari-Agustus 2020 dilaporkan sebanyak 364.034 unit. Angka tersebut turun 46,4 persen dibanding capaian Januari-Agustus 2019 yakni 679.263 unit.
"Selain itu, indeks-indeks lain seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan ritel, konsumsi listrik, sudah mulai membaik. (Pemulihan ekonomi) ini sangat tergantung pada pemulihan kesehatan dan penanganan covid," ujar Suahasil.