REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, pemerintah akan menerapkan kebijakan fiskal yang fleksibel untuk menghadapi tingginya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Tapi, kebijakan itu tetap dijalankan dengan menjaga tata kelola yang baik.
Suahasil menuturkan, proses pemulihan ekonomi di Indonesia terus berjalan, seiring dengan perbaikan yang juga dilakukan di bidang-bidang lain. Hanya saja, tingkat kecepatan pemulihan bergantung pada pemulihan kesehatan dan penanganan penyebaran virus corona.
Dengan ketidakpastian itu, Suahasil mengatakan, pemerintah tidak akan terlampau rigid dalam menjalankan berbagai kebijakan. "Kita terus memperbaiki fleksibilitas dari penanganan Covid-19 dan fleksibel dalam support pemerintah terhadap perekonomian," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (30/9).
Pemerintah bergantung banyak pada konsumsi pemerintah untuk menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia di tengah tengah ketidakpastian ekonomi ini. Suahasil menyebutkan, belanja pemerintah diperkirakan akan mengalami kenaikan tajam setelah mengalami kontraksi pada kuartal pertama dan kuartal kedua.
Keyakinan tersebut disampaikan Suahasil dengan melihat realisasi program bantuan sosial dan belanja kesehatan, Khususnya, pada kuartal ketiga, ketika program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) intensif dikucurkan.
Suahasil mengakui, belanja pemerintah yang besar itu belum dapat mengkompensasi penurunan konsumsi dan investasi. "Namun, kita terus melihat agar bisa memastikan, konsumsi pemerintah ikut menjadi faktor yang membantu pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Fleksibilitas tidak hanya dilakukan pada tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021 juga dirancang untuk mendukung kebijakan fiskal yang suportif, namun konsolidatif.
Suportif, artinya, APBN tetap mendukung pemulihan ekonomi secara leluasa dan fleksibel yang sudah mulai berjalan sejak tahun ini. Salah satunya diterapkan dengan menaikkan batas defisit di atas rata-rata tiga persen, yaitu 5,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Di sisi lain, APBN tetap konsolidatif. Sri mengatakan, defisit APBN tahun depan ditetapkan lebih rendah dibandingkan tahun ini yang mencapai 6,34 persen terhadap PDB. Penurunan defisit pun dilakukan secara bertahap, tidak terburu-buru dan terukur agar pemulihan ekonomi tidak mengalami disrupsi.
Sri mengakui, kebijakan suportif namun tetap konsolidatif bukanlah kombinasi yang mudah dilakukan. "Namun, kita coba lakukan dalam formulasi desain APBN 2021," kata Sri dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/9).