REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemkab Sleman kembali mengkaji izin pembelajaran tatap muka untuk lembaga pendidikan. Ini dilakukan setelah puluhan santri dua pondok pesantren di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Ngaglik terkonfirmasi positif Covid-19.
Sekda Sleman Harda Kiswaya mengatakan, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Sleman sudah berkoordinasi ke Kemenag Sleman. Termasuk, menentukan langkah-langkah ke depan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Perizinan untuk kegiatan belajar mengajar memang perlu pertimbangan masak-masak, terkait bagaimana resikonya kalau diteruskan, bagaimana resikonya kalau dihentikan, semua masih proses kajian," kata Harda, Rabu (30/9).
Terlebih, kata Harda, kalau dilihat data santri-santri yang tersebar di 145 pondok pesantren di Sleman berasal dari seluruh penjuru Tanah Air. Saat ini, ia menekankan, antisipasi fokus cegah merebaknya virus di lembaga pendidikan.
Ia turut berharap, Kemenag Sleman dapat mengetatkan lagi penerapan protokol kesehatan oleh Gugus Tugas Covid-19 yang dimiliki ponpes-ponpes. Terkait ruang isolasi mandiri, Harda menilai itu tergantung kemampuan masing-masing.
Harda mengaku bersyukur dua ponpes yang santrinya positif memiliki fasilitas yang cukup lengkap sehingga tidak menimbulkan masalah. Walaupun, kondisi itu menimbulkan kekhawatiran, terutama ke ponpes-ponpes yang fasilitasnya minim.
"Soal izin (tatap muka), tentunya ini pasti diperhatikan, bukan berarti kita takut melangkah, tapi diperhatikan agar pandemi cepat berlalu, tapi kualitas pendidikan bisa terjaga," ujar Harda.
Menurut Harda, saat ini yang paling penting semua orang secepat mungkin melakukan adaptasi terhadap kebiasaan baru. Karena itu, sosialisasi akan terus diberikan ke masyarakat, sehingga protokol kesehatan disiplin dijalankan.
"Kalau semua dipahami insya Allah tidak akan ada klaster-klaster baru," kata Harda.