Kamis 01 Oct 2020 01:10 WIB

Mengenang Gempa Padang 11 Tahun Lalu

Peneliti kerap memperingatkan Kota Padang dan sekitarnya masih dalam ancaman megatrus

Rep: Febrian Fachri / Red: Agus Yulianto
Plt Wali Kota Padang Hendri Septa, Rabu (30/9) meletakkan bunga di Monumen Korban Gempa 30 September 2009 di Kota Padang sebagai peringatan 11 tahun gempa besar di Kota Padang.
Foto: Febrian Fachri/Republika
Plt Wali Kota Padang Hendri Septa, Rabu (30/9) meletakkan bunga di Monumen Korban Gempa 30 September 2009 di Kota Padang sebagai peringatan 11 tahun gempa besar di Kota Padang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Febrian Fachri

Masih jelas di ingatan Amalia Suci (21 tahun) momen saat ia menjadi saksi gempa besar di Kota Padang pad 30 September 2009 lalu. Gempa bumi berkekuatan 7,6 skala richter kala itu terjadi di Kota Padang dan sekitarnya. Gempa terjadi sekitar pukul 17.16 WIB. Lia ketika itu masih berada di sekolahnya untuk les tambahan sore. Saat itu, Lia masih duduk di kelas V di SD Angkasa 1 Lanud Padang.

"Lia masih ingat suasana saat itu sangat menakutkan sekali. Bangunan bergetar. Daun-daun dan pohon terlihat bergerak," kata Lia kepada Republika, Rabu (30/9).

Beberapa detik gempa berlangsung, semua siswa yang masih ada di sekolah Lia keluar berhamburan mencari tempat aman, seperti di tengah lapangan sekolah. Karena situasi sudah panik, guru mengizinkan semua murid pulang ke rumah masing-masing. Lia juga ketika itu dijemput ayahnya dengan sepeda motor.

Ketika sudah sampai rumah, keluarga Lia harus mendapati kenyataan rumahnya rusak berat, atau tidak dapat lagi dihuni. Rumah Lia berada di kawasan Tabing, Kota Padang. Rumahnya ini berdiri di kawasan yang tidak jauh dari pantai. Selain rubuh, rumahnya juga ditimpa reruntuhan bangunan rumah tetangga.

Lia masih dapat membayangkan begitu kacaunya situasi bercampur panik dari semua warga. Warga berhamburan lari mencari ke tempat aman. Situasi diperparah karena listrik padam dan sinyal telepon mati.  

Lia menyebut, ibunya yang masih harus menggendong satu adiknya yang ketika itu masih berusia 1 tahun berjalan kaki sampai puluhan kilometer menuju rumah neneknya di kawasan By Pass Padang. Saat kejadian gempa 2009 itu, kawasan By Pass Padang dinilai aman seandainya gempa disusul tsunami. Karena gempa yang dahsyat membuat warga ketakutan akan terjadi tsunami, seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2004.

"Mama yang masih menyusui adik Lia saat itu harus jalan kaki sampai puluhan kilometer ke kawasan By Pass. Karena Ayah harus jemput Lia dulu ke sekolah," ujar Lia.

Pascagempa, keluarga Lia harus tinggal berpindah-pindah beberapa tahun sampai rumahnya yang rusak total di bangun ulang lagi. Meski begitu, Lia bersyukur semua anggota keluarga selamat walau harta bendanya luluh lantak akibat bencana ini.

Ia berharap, kejadian serupa tidak pernah lagi terulang. Karena sampai sekarang mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Andalas itu masih trauma dengan gempa 2009.

photo
Seorang pengunjung Monumen Korban Gempa 30 September 2009 di Kota Padang saat peringatan 11 tahun gempa besar di Kota Padang. - (Febrian Fachri/Republika)

Tesa Olivia (30) pada Rabu (30/9) sore datang ke Monumen Korban Gempa 30 September 2009 di Jalan Khairil Anwar, Belakang Tangsi, Kota Padang. Tesa setiap tahun mendatangi monumen gempa ini untuk mengenang ibunya yang turut menjadi korban nyawa gempa 2009.

"Saya setiap tahun datang ke sini. Karena saya merasa ada mama di sini," ucap Tesa.

Tesa menyebut ibunya adalah seorang guru ASN. Ketika gempa terjadi, ibunya sedang berada di hotel Axana yang rubuh akibat gempa dahsyat dengan durasi lama.

"Ketika itu, mama lagi ada ikut acara seminar dari Dinas Kelautan dan Perikanan di Hotel Axana,” kata dia.

Sekarang Tesa sudah mengikhaskan kepergian ibunya. Tapi setiap tahun di tanggal 30 September, penting bagi Tesa dan keluarganya datang ke monumen gempa ini. Pada sisi monumen ini, tertulis nama ibu Tesa dan ribuan korban lainnnya sebagai bentuk penghormatan dari pemerintah. 

Tesa datang ke monumen gempa masih memakai seragam kerja. Tesa merupakan seorang perawat di RSUP M Djamil Padang. Tesa langsung menuju ke monumen gempa ketika jam kerjanya di RS sudah selesai. Tesa datang bersama beberapa saudaranya untuk mengenang dan memanjatkan doa untuk ibunda tercinta.

Berharap Gempa Serupa tidak Terjadi Lagi

Pelaksana tugas Wali Kota Padang Hendri Septa pada Rabu (30/9) sore mendatangi monumen gempa 2009 sebagai bentuk penghormatan kepada warga yang tidak selamat. Hendri bersama sejumlah Forkopimda Padang melakukan seremoni mengenakan karangan bunga dan tabur bunga di sekitar monumen gempa.

"Sudah 11 tahun peristiwa gempa bumi yang memporak-porandakan Kota Padang. Ini bentuk penghormatan dan mengingat hari bersejarah yang harus jadi pelajaran bagi kita semua," kata Hendri.

Hendri menyadari, peneliti kerap memperingatkan Kota Padang dan sekitarnya masih dalam ancaman megatrust. Hendri menyebut, Pemko Padang bersama instansi terkait seperti BPBD telah melakukan berbagai acara mitigasi bencana termasuk gempa kepada warga. 

Supaya saat terjadi lagi gempa, warga sudah dapat waspada dan cepat mengevakuasi diri ke tempat aman. Tapi Hendri berdoa dan berharap kepada Allah SWT agar gempa seperti yang terjadi tahun 2009 lalu tidak lagi terulang di Padang.

"Saya sendiri dan semua warga Padang tentu berharap kejadian seperti itu tidak lagi terulang," kata dia.

Gempa bumi dengan kekuatan 7,6 skala richter melanda Kota Padang pada 30 September 2009 lalu. Gempa ini menewaskan 1.117 orang, 1.214 luka berat, 1.688 orang luka ringan dan 1 orang hilang. Selain itu, gempa juga memporak-porandakan puluhan bangunan di Kota Padang. Seperti hotel, rumah ibadah, sekolah dan pemukiman warga. Selain Kota Padang, gempa ini juga menyebabkan kerusakan di beberapa wilayah lain di Sumbar seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement