REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki menduga Armenia memperoleh dukungan dari Barat, termasuk Rusia, terkait konflik dengan Azerbaijan. Ankara memandang Armenia tidak akan memiliki keberanian seperti saat ini jika tak memperoleh dukungan semacam itu.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, persengketaan klaim atas wilayah Nagorno-Karabakh yang melibatkan Armenia dan Azerbaijan telah berlangsung selama 30 tahun. Upaya diplomasi tak membuahkan hasil apa pun untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Namun Cavusoglu menyangsikan Armenia memiliki keberanian melancarkan agresi hanya karena kebuntuan upaya diplomasi. "Dari mana Armenia menemukan keberaniannya? Jika Armenia tidak menikmati dukungan hari ini dari negara lain, dari Barat, Rusia, ia tidak akan dapat mengumpulkan keberanian ini," katanya pada Rabu (30/9), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia menegaskan, Turki akan terus memberikan dukungan kepada Azerbaijan. "Kami mengatakan, jika Azerbaijan ingin menyelesaikan (masalah pendudukan Armenia) di lapangan, kami akan mendukung Azerbaijan," ujarnya.
Cavusoglu mengecam komunitas internasional karena hanya mendesak gencatan senjata, tetapi gagal meminta Armenia untuk meninggalkan wilayah pendudukan Azerbaijan. "Ini bukan pendekatan yang tepat," ucapnya.
Sejak Ahad (27/9) lalu, pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Puluhan orang dilaporkan telah tewas akibat konfrontasi kedua negara.
Konflik antara Armenia dan Azerbaijan dimulai pada Februari 1988, tepatnya ketika Daerah Otonomi Nagorno-Karabakh mengumumkan pemisahannya dari SSR (Republik Sosialis Soviet) Azerbaijan. Selama konflik 1992-1994, Azerbaijan kehilangan kendali atas Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Sejak 1992, telah dilakukan negosiasi penyelesaian konflik secara damai dalam kerangka OSCE (Organization for Security and Co-operation in Europe) Minsk Group yang diketuai oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis. Namun dorongan besar terakhir untuk kesepakatan damai gagal pada tahun 2010.