Kamis 01 Oct 2020 04:22 WIB

Ini Penjelasan MA Soal Kabulkan PK Anas Urbaningrum

Majelis hakim PK terima alasan Anas bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan kasasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menjelaskan alasan majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) mengurangi hukuman Anas Urbaningrum menjadi 8 tahun dari 14 tahun pada tingkat kasasi. Majelis hakim PK menerima alasan Anas bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan tingkat kasasi.

Dalam putusannya, Majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan. Majelis PK menyatakan judex juris, atau hakim yang memeriksa hukum, yakni pada kasasi MA, telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang dijadikan sebagai fakta hukum tentang tindak pidana yang dilakukan Anas.

"Menurut Majelis Hakim Agung PK, alasan permohonan PK pemohon/terpidana yang didasarkan pada 'adanya kekhilafan hakim' dapat dibenarkan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Republika.co.id, Rabu (30/9). 

Majelis hakim yang memutus PK Anas, yakni Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial Sunarto sebagai ketua, dan Andi Samsan Nganro serta Prof M Askin sebagai anggota. Majelis hakim juga memiliki pertimbangan lain sehingga memutuskan Anas hukuman 8 tahun penjara atau sama dengan putusan pengadilan tingkat pertama.

Pertama, uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

Alasan kedua, dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN. Ketiga, tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.

photo
Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro memberikan keterangan pers di Media Center MA, Jakarta, Senin (8/7). - (Republika/Prayogi)

Alasan keempat, tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum. Kelima, hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.

Alasan keenam, dalam proses pencalonan sebagai ketua umum Partai Demokrat, tidak pernah ada pembicaraan bagaimana uang didapat untuk pencalonan Anas menjadi Ketua Umum. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung. 

Ketujuh, uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi. 

Alasan kedelapan, dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut. Sementara alasan kesembilan, MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Sebelumnya, Anas divonis 8 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama. Namun, hukumannya berkurang satu tahun menjadi tujuh tahun pada tingkat banding atau pengadilan tinggi.

KPK mengajukan kasasi terhadap putusan itu dan Mahkamah Agung memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dan masih ditambah hukuman pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. Tidak terima atas putusan kasasi, Anas mengajukan PK pada Juli 2018. 

Dalam putusan PK, majelis hakim tetap tetap menghukum Anas tak boleh dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Anas selesai menjalani pidana pokok. Majelis PK juga tetap mewajibkan Anas mengembalikan uang Rp 57 miliar dan 5,2 ribu dollar AS. 

Pasal yang sebelumnya dikenakan juga kepada Anas, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dianggap hakim tidak tepat atau tidak terbukti. Kini, Anas hanya dijerat dengan Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement