REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nabi Nuh AS adalah bapak umat manusia di dunia setelah Nabi Adam. Karena azab yang Allah SWT turunkan berupa banjir bandang telah menenggelamkan seluruh penduduk bumi tidak terkecuali istri dan anak Nabi Nuh yang tidak beriman kepada Allah.
Mereka yang selamat adalah yang beriman kepada Allah SWT dan berada di dalam bahtera Nabi Nuh. Sebagian ulama berpendapat, ada 80 orang di dalam kapal tersebut, sebagain lagi menyebutkan ada 70 orang, dan yang lain mengatakan hanya ada 10 orang.
Dikutip dari buku Kisah Nabi Nuh AS karya Taufiqurrohman, Nabi Nuh menerima wahyu kenabian pada masa kekosongan di antara dua rasul. Di mana saat itu, umat manusia mulai berangsur-angsur melupakan ajaran agama yang dibawa nabi yang meninggalkan mereka. Mereka kembali syirik, melakukan kemungkaran dan kemaksyiatan dibawah pimpinan iblis.
Dalam kondisi masyarakat seperti itu Nabi Nuh diutus. Nabi Nuh adalah orang yang sangat fasih dalam bertutur kata, cerdas akalnya dan pemikirannya jauh kedepan, santun, sangat sabar, memiliki kemampuan argumentasi yang kuat, dan mempunyai kekuatan meyakinkan lawan bicara.
Dengan bekal itu, Nabi Nuh mengajak kaumnya kembali pada Allah. Sayang, kaumnya menolak seruan itu. Saat Nabi Nuh memberi peringatan tentang dahsyatnya siksa pembalasan di hari kiamat, kaumnya tetap membisu dan tuli. Mereka juga semakin menutup telinga dan mata saat Nabi Nuh mencoba meyakinkan sebuah pahala yang besar kepada mereka yang beriman.
Dengan sekuat tenaga, Nabi Nuh terus mengajak kaumnya untuk kembali menyembah Allah. Siang malam Nabi Nuh berdakwah dengan penuh kesabaran, namun hanya sedikit dari kaumnya yang menyambut ajakan Nabi Nuh. Kebanyakan dari mereka dari golongan orang miskin dan berstatus sosial rendah. Sedangkan orang-orang kaya, terpandang, dan berkedudukan tinggi, tetap membangkang.
Suatu ketika mereka bersekongkol untuk menipu Nabi Nuh dan mengagalkan dakwahnya.
"Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkan para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh, dan hamba-hamba sahaya. Usirlah mereka dari pergaulanmu, karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka. Dan bagaimana kami dapat menerima agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dengan buruh-buruhnya."
Tentu saja Nabi Nuh menolak syarat tersebut. Nabi Nuh menjelaskan bahwa Allah tidak membeda-bedakan manusia dari hartanya.
Dikutip dari buku berjudul Kisah Para Nabi dan Rasul, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Nabi Nuh terus berdakwah hingga seribu tahun kurang lima puluh tahun. Setiap kali pergantian generasi, mereka selalu berwasiat agar tidak beriman kepada ajaran yang dibawa Nabi Nuh.
قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ
Mereka berkata, "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami. Maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar. " Nuh menjawab, "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri." (QS. Huud ayat 32-33).
Setelah itu Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk menanam pohon untuk membangun bahtera. Nabi Nuh menunggu selama seratus tahun untuk memotongnya. Lalu membangunnya berdasarkan petunjuk Allah.
Ats Tsauri mengatakan, Allah memerintahkannya untuk membuat bahtera dengan panjang 80 hasta dan lebar 50 hasta, mengecat bagian dalam dan luar bahtera, serta membuat dada kapal yang berfungsi untuk membelah air.
Tinggi bahtera tersebut 30 hasta dan memiliki tiga tingkat. Tingkat bawah disediakan untuk hewan ternak dan binatang buas, bagian tengah untuk manusia dan bagian atas untuk bangsa burung.
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ "Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung." (QS. Huud: 42)
Allah mengirim hujan dari langit yang belum pernah terjadi di muka bumi dan tidak akan terjadi setelahnya. Hujan tersebut ibarat gelombang yang sangat tinggi. Allah pun memerintahkan bumi untuk memancarkan air dari seluruh penjuru bumi.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa ketinggian air mencapai lima belas hasta di atas gunung yang paling tinggi di atas bumi. Pendapat lain mengatakan tingginya delapan puluh hasta yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi, dataran rendah maupun dataran tinggi, pegunungan maupun pesisir. Tidak tersisa satu makhluk hidup pun di muka bumi baik yang kecil maupun yang besar.