REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang September 2020 sebesar 101,66 poin atau naik 0,99 persen dari posisi Agustus. Kenaikan harga komoditas yang dijual petani menjadi pemicu membaiknya NTP secara keseluruhan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan, jika dibedah, kenaikan NTP terjadi hampir di seluruh subsektor usaha tani. Yakni tanaman pangan naik 0,9 persen menjadi 101,53 poin, tanaman perkebunan rakyat naik 2,67 persen menjadi 105,76 poin, serta perikanan naik 0,18 persen menjadi 100,65 poin.
Ia mengatakan, naiknya NTP itu karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani menurun. Salah satunya terjadi pada tanaman pangan, di mana harga komoditas gabah yang mengalami kenaikan.
"Tentu ini berita yang menggembirakan karena hampir seluruhnya naik, kecuali hortikultura dan peternakan," kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Kamis (1/10).
Suhariyanto menyampaikan, harga gabah kering panen di tingkat petani sepanjang bulan lalu sebesar Rp 4.891 per kilogram (kg). Harga tersebut naik 1,53 persen dibanding posisi Agustus 2020 yang sebesar Rp 4.818 per kg.
Namun, ia mengakui, jika dibanding pada bulan yang sama tahun lalu, harga gabah saat ini turun tipis sekitar 0,03 persen. "Inilah yang menyebabkan NTP secara keseluruhan atau di subsektor tanaman pangan meningkat, walaupun memang secara tahunan harga gabah turun tipis," ujarnya.
Adapun selain gabah, komoditas perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, kopi, karet, tembakau mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut turut mendorong adanya kenaikan NTP.
Lebih lanjut untuk hortikultura dan peternakan yang mengalami penurunan NTP, Suhariyanto mengatakan itu disebabkan oleh rendahnya harga komoditas yang dijual, sementar biaya pengeluaran petani meningkat. Komoditas yang tengah mengalami penurunan harga yakni cabai rawit dan bawang merah untuk hortikultura serta daging dan telur ayam ras.