Kamis 01 Oct 2020 14:04 WIB

OJK: Tren Pinjaman Bermasalah Fintech Naik jadi 8 Persen

Fintech diminta membuat action plan untuk menyelesaikan pinjaman bermasalah.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memanggil pelaku industri fintech peer to peer lending yang memiliki tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) atau pinjaman bermasalah di atas delapan persen.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memanggil pelaku industri fintech peer to peer lending yang memiliki tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) atau pinjaman bermasalah di atas delapan persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memanggil pelaku industri fintech peer to peer lending yang memiliki tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) atau pinjaman bermasalah di atas delapan persen. Sebab tren peningkatan TWP secara signifikan mulai terjadi pada April 2020.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta mengatakan semakin tinggi TWP maka tingkat keberhasilan pengembalian (TKB) semakin rendah.

Baca Juga

“Kami sudah panggil beberapa platform yang punya TWP tinggi di atas 8 persen, sudah kami lakukan pembinaan bagaimana melakukan tindak lanjut ke depannya. Jadi secara imbauan pemanggilan dan kami minta pada platform untuk bikin action plan untuk penyelesaian TWP,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (1/10).

Menurutnya peningkatan TWP menunjukkan terjadi penurunan kualitas pembayaran, sehingga terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah. Padahal regulator selalu mengingatkan penyelenggara fintech P2P lending untuk tingkatkan manajemen risiko mitigasinya, termasuk kualitas kredit skoring dan kualitas pengenalan konsumen atau know you customer (KYC).

“Satu sisi, secara persentase meningkat tapi itu juga pengaruh outstanding turun, jadi persentasenya naik karena pembagi kurang, tapi pembilangnya yang dibagi relatif tetap atau meningkat,” ucapnya.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan asosiasi telah menghimbau para anggota untuk meningkatkan mitigasi risiko. Semisal dengan dukungan pihak ketiga dengan kolaborasi dengan asuransi penjaminan.

“Ini menjadi salah satu faktor penting untuk antisipasi dan menjadi salah satu fokus pada kepengurusan baru bentuk gugus tugas terkait risk management, sehingga kami akan menurunkan NPL dengan sistematis,” ucapnya.

Selain itu, Adrian menilai pelaku industri bisa membidik segmen yang masih bisa bertahan di tengah pandemi ini, sehingga akuisisi pembiayaan baru akan lebih baik. Asosiasi melihat ada sektor yang masih bertumbuh di tengah pandemi berupa e-commerce.

“Kemudian sektor belanja pemerintah seperti sektor kesehatan dan bahan pangan pokok, bantuan sosial. Inilah sektor yang memungkinkan fintech lending ikut bekerja sama. Pemerintah juga mengarah ke digital, ini menjadi peluang. Kita melihat bahwa sektor-sektornya harus tepat untuk dipilih, dan menghindari sektor yang berisiko,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement