Kamis 01 Oct 2020 14:44 WIB

ICW: Dua Implikasi Serius dari Tren Sunat Hukuman Koruptor

Ada 23 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman atas pengabulan PK di tingkat MA.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Peneliti ICW Lola Ester (kanan) bersama Kurnia Ramadhana memberikan keterangan terkait hasil pemantauan tren vonis korupsi.
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti ICW Lola Ester (kanan) bersama Kurnia Ramadhana memberikan keterangan terkait hasil pemantauan tren vonis korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai putusan demi putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi. Terbaru, MA mengabulkan PK mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. 

Hukuman pidana Annas diisunat dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara. Dalam putusannya, Majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan. 

Menurut ICW, setidaknya ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. 

"Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja, " kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Republika, Kamis (1/10). 

Untuk itu, lanjut Kurnia, ICW menuntut agar Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin  mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi. Sementara KPK, sambung Kurnia, juga harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang.

"Komisi Yudisial juga diharapkan untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi, " ujar Kurnia. 

Kurnia menambahkan, tren vonis ICW tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Oleh karenanya, sejak awal ICW  sudah meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan korupsi. 

"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?," ucap Kurnia. 

Sepanjang 2019-2020 sudah 23 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman atas pengabulan PK di tingkat MA. Saat ini setidaknya masih ada sekitar 38 perkara yang ditangani KPK sedang diajukan PK oleh para narapidana kasus korupsi. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement