Kamis 01 Oct 2020 14:58 WIB

KPK Belum Terima 23 Salinan Putusan PK, Ini Jawaban MA

Bila KPK belum menerima artinya salinan putusan PK masih dalam proses minutasi. 

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kanan) mengikuti sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (26/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kanan) mengikuti sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (26/7).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung (MA) Abdullah menjawab permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta salinan putusan lengkap atas Peninjauan Kembali (PK) 23 narapidana kasus korupsi yang dikabulkan oleh MA. Menurut Abdullah, bila KPK belum menerima artinya masih dalam proses minutasi. 

"Salinan putusan jika belum dikirim berarti sedang proses minutasi. Apalagi, saat ini, di wilayah Jabodetabek sedang diterapkan PSBB total," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (1/10).

Menurut Abdullah, kebijakan tersebut juga berpengaruh kepada proses minutasi. Belum lagi jika staf ada yang melakukan isolasi mandiri. 

"Kondisi ini berpengaruh terhadap kecepatan minutasi dan kinerja staf, " ucap Abdulah. 

Diketahui, MA kembali menyunat hukuman terpidana kasus korupsi melalui pengabulan Peninjauan Kembali (PK). Kali ini giliran mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang disunat hukumannya dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara.

Menanggapi terus dikabulkannya PK para narapidana kasus korupsi, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango pun menyerahkan, agar masyarakat sendiri yang menilainya. KPK, kata Nawawi, saat ini menunggu salinan lengkap atas putusan terhadap 23 narapidana kasus korupsi yang dikabulkan PK-nya oleh MA. 

"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut  PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK," kata Nawawi saat dikonfirmasi, Kamis (1/10). 

"Hal yang diharapkan dari Mahkamah Agung sekarang ini hanyalah agar salinan-salinan putusan dari perkara tersebut bisa segera diperoleh KPK," tambah Nawawi yang juga mantan Hakim tersebut. 

Dalam putusan terhadap Annas, Majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan. Majelis PK menyatakan Judex Juris telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum tentang tindak pidana yang dilakukan Anas.

"Menurut Majelis Hakim Agung PK, alasan permohonan PK Pemohon/ Terpidana yang didasarkan pada 'adanya kekhilafan hakim' dapat dibenarkan," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada Republika, Rabu (30/9). 

Sebelumnya, MA melalui Abdullah meminta agar sebelum mengkritik tiap pengabulan PK agar membaca putusan yang ada secara lengkap. Namun, hingga kini KPK belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi dari MA terkait putusan majelis PK atas 23 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman. 

Saat ini setidaknya masih ada sekitar 38 perkara yang ditangani KPK sedang diajukan PK oleh para narapidana kasus korupsi. KPK berharap agar , fenomena ini tidak dijadikan modus baru para napi koruptor dalam upaya mengurangi hukumannya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement