Kamis 01 Oct 2020 15:22 WIB

Peran Turki dan Rusia dalam Konflik Armenia-Azerbaijan

Rusia dan Turki terseret dalam konflik Armenia-Azerbaijan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Foto yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Armenia, menunjukkan sebuah tank Azerbaijan yang hancur akibat serangan militer Armenia.
Foto: Armenian Defense Ministry via AP
Foto yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Armenia, menunjukkan sebuah tank Azerbaijan yang hancur akibat serangan militer Armenia.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Rusia dan Turki adalah dua negara utama yang terseret dalam konflik Armenia-Azerbaijan. Sejak pertempuran terbaru antara Armenia dan Azerbaijan pecah pekan lalu, Ankara telah menegaskan dukungannya kepada Azeri.

Direktur program Kaukasus di organisasi pembangunan perdamaian Conciliation Resources, Laurence Broers mengungkapkan, tidak seperti pada eskalasi sebelumnya, Azerbaijan memiliki tingkat dukungan Turki yang lebih besar untuk diandalkan. "Sejak pertempuran dimulai pada Ahad (27/9), Turki telah menyatakan dukungan tanpa syarat kepada Azerbaijan, dan tampaknya memberikan Azerbaijan berbagai jenis kemampuan militer. Ada sedikit keraguan bahwa teknologi drone militer Turki yang sangat diperhitungkan sedang dikerahkan," ucapnya, dikutip laman BBC, Rabu (30/9).

Baca Juga

Armenia sebelumnya telah menuding Turki menembak jatuh pesawat SU-25 miliknya pada Selasa (29/9). Namun Ankara telah membantah tuduhan tersebut. Turki pun dikabarkan telah memobilisasi tentara bayaran dari Suriah untuk berperang demi Azerbaijan. Kabar tersebut belum terkonfirmasi seutuhnya.

Turki secara tradisional memberikan dukungan moral dan diplomatik kepada sesama bangsa Turk dan mitra geo-strategis utama Azerbaijan. Kontak antara pejabat pertahanan kedua negara semakin intensif setelah bentrokan yang terjadi pada Juli lalu. Setelah itu, kedua negara mengadakan latihan militer bersama.

Sementara itu, Rusia memainkan peran yang beragam, tak jarang pula kontradiktif, dalam konflik Armenia-Azerbaijan. Melalui hubungan bilateral dan the Collective Security Treaty Organisation, Moskow memberi Armenia jaminan keamanan. Namun, itu tidak mencakup zona pertempuran di Nagorno-Karabakh, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Moskow juga memasok senjata ke kedua belah pihak dan merupakan salah satu ketua bersama Grup Minsk yang menengahi konflik Armenia-Azerbaijan.

"Rusia telah menyerukan gencatan senjata, tetapi tidak seperti eskalasi skala besar sebelumnya, Rusia belum mengadakan pertemuan kepemimpinan politik atau militer Armenia dan Azerbaijan," kata Laurence Broers.

Menurut dia, setelah masa jabatan mantan perdana menteri Nikol Pashinyan berakhir pada 2018, Rusia memiliki hubungan yang kurang erat dengan kepemimpinan Armenia. Yerevan tidak diragukan lagi lebih suka menangani eskalasi dengan caranya sendiri. "Pada 1990-an Rusia tidak mampu mengerahkan pasukan penjaga perdamaian di wilayah Nagorno-Karabakh. Keraguan Armenia bahwa bantuan Moskow akan datang dengan pamrih mendorong kehati-hatian dalam meminta dukungan Rusia," ujar Broers.

Ia berpendapat selama pertempuran berada di wilayah yang diperebutkan di dan sekitar Nagorno-Karabakh, optik untuk menjaga kenetralan Rusia membuat keterlibatan terbuka Moskow menjadi tidak mungkin. Namun, konflik yang lebih lama dengan peningkatan partisipasi Turki akan mengancam dominasi Rusia di wilayah yang dianggapnya sebagai bagian dari bidang kepentingan istimewanya, dan mengundang tanggapan.

"Semakin lama pertempuran berlangsung, dan atau jika satu pihak terlihat kalah dalam perjuangan yang lebih berlarut-larut, semakin besar kemungkinan Rusia dan Turki akan menghadapi pilihan sulit apakah akan lebih terlibat," kata Broers.

Sejak Ahad (27/9) lalu, pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Sejauh ini terdapat lebih dari 100 kematian yang dikonfirmasi di antara warga sipil dan tentara Armenia. Azerbaijan belum merilis data tentang kerugian militernya, tetapi dapat diasumsikan ia mengalami hal yang sepadan.

Konflik antara Armenia dan Azerbaijan dimulai pada Februari 1988, tepatnya ketika Daerah Otonomi Nagorno-Karabakh mengumumkan pemisahannya dari SSR (Republik Sosialis Soviet) Azerbaijan. Selama konflik 1992-1994, Azerbaijan kehilangan kendali atas Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah yang berdekatan. Sejak 1992, telah dilakukan negosiasi penyelesaian konflik secara damai dalam kerangka OSCE (Organization for Security and Co-operation in Europe) Minsk Group yang diketuai oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis.  Namun, dorongan besar terakhir untuk kesepakatan damai gagal pada 2010. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement