Kamis 01 Oct 2020 16:22 WIB

Kemenkeu: Sepanjang Ekonomi Kontraksi, Inflasi Tetap Rendah

Tren deflasi selama 3 bulan ini menggambarkan rendahnya daya beli masyarakat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Warga menggunakan pelindung wajah saat belanja di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (17/9). Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) menyebutkan, laju inflasi akan sangat bergantung pada tren pertumbuhan ekonomi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga menggunakan pelindung wajah saat belanja di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (17/9). Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) menyebutkan, laju inflasi akan sangat bergantung pada tren pertumbuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) menyebutkan, laju inflasi akan sangat bergantung pada tren pertumbuhan ekonomi. Sepanjang ekonomi masih mengalami kontraksi, tingkat inflasi akan berada pada level rendah, pun sebaliknya.

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebutkan, keterkaitan tersebut sudah terlihat dari realisasi deflasi selama tiga bulan berturut-turut dari Juli hingga September. Realisasi itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang kontraksi 5,32 persen dan diperkirakan terus berlanjut pada kuartal ketiga.

"Sepanjang pertumbuhan ekonomi masih negatif, biasanya inflasi akan rendah. Terlihat akan ada pemulihan kalau pertumbuhan positif," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (1/10).

Febrio menambahkan, tren deflasi selama tiga bulan ini menggambarkan, permintaan dari masyarakat belum kembali pulih seperti yang dibayangkan pemerintah. Khususnya dengan melihat tren inflasi inti yang turun sejak Maret 2020 hingga menyentuh ke level 1,32 persen (year to date/ytd) pada bulan lalu.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi tersebut menjadi nilai terendah sejak 2004, yakni ketika BPS dan Bank Indonesia (BI) mulai menghitung pergerakan inflasi inti.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah. Di antaranya, Febrio mengatakan, melanjutkan program-program perlindungan sosial hingga akhir tahun.

"Program ini lumayan on schedule dengan tiap bulan ada disbursement sampai nanti targetnya Rp 200 triliun lebih," katanya.

Program baru juga terus dikucurkan. Salah satunya, bantuan presiden (banpres) produktif untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) senilai Rp 2,4 juta. Bantuan diberikan dalam bentuk hibah, bukan pinjaman, yang diharapkan dapat digunakan pengusaha kecil untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari sekaligus ekspansi usaha mereka.

Selain itu, Febrio menambahkan, program subsidi upah untuk 15,7 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. "Ini masih dalam konteks untuk maintain permintaan. Ini harus dilakukan terus," ujarnya.

Dalam rilis yang dilakukan BPS, Kamis, Indonesia mengalami deflasi 0,5 persen, melanjutkan laju deflasi yang terjadi sejak Juli. Dengan realisasi itu, laju angka inflasi tahun kalender (ytd) sebesar 0,89 persen, sedangkan secara tahunan (year on year) hanya 1,42 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi itu menunjukkan daya beli yang masih lemah. "Itu yang perlu diwaspadai karena ada deflasi berturut-turut selama tiga bulan. Jadi sepanjang kuartal III ini daya beli masih lemah," katanya dalam konferensi pers secara virtual.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement