Kamis 01 Oct 2020 16:55 WIB

Angka Kematian Covid-19 Tasikmalaya Tertinggi di Jabar

Enam persen dari total kasus terkonfirmasi di Kota Tasikmalaya berujung kematian.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Friska Yolandha
Tim Penindak Pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) mendata warga yang melanggar prokes saat operasi yustisi di Pasar Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (28/9/2020). Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya menyebut tingkat kematian akibat Covid-19 di wilayahnya merupakan yang tertinggi di Jawa Barat (Jabar).
Foto: ADENG BUSTOMI/ANTARA
Tim Penindak Pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) mendata warga yang melanggar prokes saat operasi yustisi di Pasar Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (28/9/2020). Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya menyebut tingkat kematian akibat Covid-19 di wilayahnya merupakan yang tertinggi di Jawa Barat (Jabar).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya menyebut tingkat kematian akibat Covid-19 di wilayahnya merupakan yang tertinggi di Jawa Barat (Jabar). Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat menyebut, sebanyak 6 persen dari total kasus terkonfirmasi positif yang ada di Kota Tasikmalaya berujung pada kematian.

"Angka kematian kita juga tertinggi di Jabar, 6 persen," kata dia, Kamis (1/10).

Baca Juga

Berdasarkan data yang terakhir diunggah Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada Kamis pagi, total kasus terkonfirmasi positif berjumlah 153 kasus. Dari total kasus itu, 60 orang dinyatakan sembuh, 84 orang masih dalam perawatan, dan sembilan orang meninggal dunia.

Namun, pada Kamis siang, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya kembali mencatat penambahan kasus baru sebanyak 53 kasus. Puluhan kasus baru itu berasal dari klaster pesantren di wilayah Kota Tasikmalaya.

Berpegangan data tingkat kematian itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya tak lagi membiarkan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 melakukan isolasi mandiri. Selain berpotensi menimbulkan klaster keluarga, pasien yang isolasi mandiri tak dapat dipantau dengan maksimal dari sisi medis.

Karena itu, sejak Selasa (29/9) Pemkot Tasikmalaya menggunakan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Universitas Siliwangi (Unsil) sebagai tempat isolasi pasien Covid-19 tanpa gejala. Sementara ruang isolasi di rumah sakit hanya digunakan untuk pasien yang memiliki gejala atau punya penyakit bawaan (komorbid). Namun, baru dua hari digunakan, tingkat keterisian Rusunawa Unsil sudah mencapai 60 persen.

Uus menjelaskan, di rusunawa itu terdapat 40 ruangan yang tersedia. Satu ruangan berisi dua tempat tidur. Sebanyak 30 ruangan digunakan untuk pasien dan sisanya untuk tenaga kesehatan.

"Yang bisa dipakai untuk pasien 30 ruangan. Dalam kondisi darurat itu bisa menampung 60 pasien. Namun diusahakan satu ruangan itu satu pasien," kata dia.

Dengan adanya penambahan 53 kasus baru, Uus mengaku, pihaknya sedang mencari alternatif lain untuk ruang isolasi pasien terkonfirmasi positif. Sebab, Rusunawa Unsil tak mungkin dapat menampung seluruh pasien itu. Sementara dari keseluruhan 67 ruang isolasi di rumah sakit, hanya empat tempat tidur yang dapat digunakan, yaitu di RSUD dr Soekardjo. Ruang isolasi di rumah sakit lainnya terisi penuh.

"Itu sebagian dari rumah sakit sudah dipindah ke rusunawa. Namun kasus terus bertambah, jadi terisi lagi di rumah sakit," kata dia.

Uus mengatakan, kasus yang ada saat ini sudah melampaui batas kemampuan layanan kesehatan di Kota Tasikmalaya. Namun, ia mengaku tak akan patah semangat. Pihaknya akan tempuh alternatif lain.

"Hari ini Sekda dan Wali akan berbicara demgan beberapa pemilik hotel. Mudah-mudahan ada hasil. Kalau ada kurang, kita manfaatkan gedung pemerintah lainnya," kata dia.

Ia menyebutkan, secara keselurahan total kasus terkonfirmasi di Kota Tasikmalaya hingga saat ini berjumlah 206 kasus. "Klaster pesantren adalah terbesar yang ada di Kota Tasikmalaya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement