REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny meyakini Presiden Vladimir Putin adalah dalang di balik aksi peracunan dirinya. Kendati demikian, Navalny menyatakan tidak takut dan akan kembali ke Rusia untuk melanjutkan aktivitasnya.
"Saya yakin Putin berada di balik kejahatan tersebut dan saya tidak memiliki versi lain tentang apa yang terjadi," kata Navalny dalam sebuah wawancara dengan media Jerman, Der Spiegel, yang diterbitkan pada Kamis (1/10).
Pada kesempatan itu, Navalny turut menceritakan pengalamannya saat diracun menggunakan agen saraf Novichok. "Anda tidak merasakan sakit apa pun tapi Anda tahu Anda sedang sekarang," ujarnya.
Dia tak menampik bahwa agen saraf tersebut telah mempengaruhi keseimbangan motoriknya. Namun Navalny menyebut bahwa proses pemulihannya berjalan cukup stabil. Saat ini dia sedang belajar bagaimana dapat seimbang dengan satu kaki.
Kendati telah mengalami kejadian yang cukup mengancam jiwa, Navalny mengatakan akan tetap kembali ke Rusia. "Tugas saya sekarang adalah tetap tidak takut. Dan saya tidak takut! Jika tangan saya gemetar, itu karena racun, bukan karena ketakutan. Saya tidak akan memberi Putin hadiah untuk tidak kembali," ujarnya.
Saat ini Navalny tinggal di sebuah apartemen di Berlin, Jerman, bersama istrinya. Jika nanti kembali ke Rusia, dia akan lebih fokus menyuarakan pendapat atau kritiknya melalui video yang diunggah di saluran populernya. "Saya tidak ingin menjadi pemimpin oposisi di pengasingan," ucapnya.
Pada 20 Agustus lalu Navalny diracun di pesawat saat sedang melakukan perjalanan ke Siberia. Dia pingsan setelah meminum teh yang disajikan kepadanya. Awalnya dia menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit di kota Omsk, tapi akhirnya dirujuk ke Berlin’s Charite Hospital, Jerman, pada 22 Agustus.
Navalny merupakan tokoh oposisi terkemuka di Rusia. Dia adalah kritikus utama Presiden Vladimir Putin. Selama satu dekade terakhir, Navalny tekun merilis video di Youtube yang menjabarkan praktik korupsi di semua tingkatan pemerintahan.
Hal itu telah membuatnya mendapatkan banyak musuh. Navalny telah berulang kali ditahan karena mengatur pertemuan publik dan demonstrasi anti-pemerintah. Dia dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada 2018.