REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Sapto Andika Candra, Antara
Ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikembalikan ke bentuk awal sebelum transisi, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, melarang penderita Covid-19 melakukan isolasi mandiri di rumah. Saat itu, Anies mengatakan isolasi mandiri di rumah harus dihindari karena berpotensi menularkan kepada orang lain atau terciptanya klaster rumah. Klaster rumah ini sudah terjadi di Jakarta lantaran tak semua orang memahami cara mengisolasi diri yang benar.
Kebijakan tersebut dipastikan telah berubah. Pemprov menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 980 Tahun 2020 tentang Prosedur Pengelolaan Isolasi Terkendali dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dalam Kepgub tersebut mengatur perihal isolasi terkendali yang mencakup aturan isolasi di rumah atau fasilitas pribadi.
Kepgub itu diteken Anies pada 22 September 2020. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti mengatakan, lokasi isolasi terkendali merupakan lokasi yang telah ditunjuk dan dipersiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta bagi pasien Covid-19 dengan gejala ringan maupun tanpa gejala. Di antaranya hotel, wisma, maupun rumah pribadi.
"Lokasi isolasi terkendali yang dimaksud adalah lokasi yang telah ditunjuk pemerintah pusat/pemerintah daerah/Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Tingkat Provinsi/Wilayah, diperuntukkan bagi orang terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala dan atau bergejala ringan. Di antaranya, Fasilitas Isolasi Mandiri Kemayoran; hotel, penginapan, atau wisma; dan fasilitas lainnya berupa rumah/ fasilitas pribadi/lokasi lainnya," kata Widyastuti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/10).
"Secara khusus, untuk orang terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala akan ditempatkan di Fasilitas Isolasi Mandiri Kemayoran sedangkan gejala ringan-sedang akan dirawat di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet," sambungnya.
Widyastuti menjelaskan, masyarakat yang hendak melakukan isolasi mandiri di rumah atau fasilitas pribadi harus memenuhi sejumlah persyaratan dan penilaian yang telah diatur. Dia menyebut, penilaian kelayakan itu dilakukan oleh Gugus Tugas setempat/lurah/camat setempat dan petugas kesehatan.
“Setelah ditetapkan, individu/masyarakat harus menjalani isolasi mandiri dengan mematuhi protokol kesehatan. Petugas kesehatan akan memantau secara berkala," papar dia.
Namun, sambung Widyastuti, apabila rumah atau fasilitas pribadi yang diajukan tidak memenuhi penilaian kelayakan, maka masyarakat tetap harus menjalani isolasi mandiri di lokasi yang telah ditentukan dan disediakan Pemprov DKI. Dia menegaskan, jika masyarakat menolak, petugas kesehatan, Satpol PP hingga TNI-Polri akan melakukan penjemputan.
"Bila kelayakan tempat isolasi tidak memadai, sedangkan untuk individu/masyarakat tadi yang tidak bersedia dirujuk ke lokasi isolasi terkendali, maka petugas kesehatan menginformasikan kepada Gugus Tugas setempat/lurah/camat untuk melakukan penjemputan paksa bersama Satpol PP, Kepolisian, TNI, dan unsur terkait,” jelas dia.
Berikut standar minimal kriteria fasilitas lainnya berupa rumah atau fasilitas pribadi untuk lokasi isolasi terkendali sebagai berikut:
1. Persetujuan dari pemilik rumah/fasilitas/penanggung jawab bangunan.
2. Rekomendasi dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 RT/RW setempat dan ditetapkan oleh Lurah setempat selaku Ketua Gugus Tugas Kelurahan.
3. Tidak ada penolakan dari warga setempat.
4. Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wilayah dapat menjamin pelaksanaan isolasi mandiri sesuai protokol kesehatan.
5. Hanya dihuni oleh orang terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala atau bergejala ringan.
6. Lokasi ruang isolasi terpisah dengan penghuni lainnya.
7. Tersedia kamar mandi dalam.
8. Cairan dari mulut/hidung atau air kumur, air seni, dan tinja orang yang isolasi mandiri langsung dibuang di wastafel atau lubang air limbah toilet dan dialirkan ke septic tank.
9. Untuk peralatan makan, minum, dan peralatan pribadi lainnya yang digunakan oleh orang yang isolasi mandiri harus dicuci sabun/deterjen dan air limbah yang berasal dari cucian dibuang ke Saluran Pembuangan Air Limbah.
10. Tidak dalam permukiman yang padat dan terdapat jarak lebih dari 2 meter dari rumah lainnya.
11. Kamar tidak menggunakan karpet/permadani.
12. Sirkulasi udara berjalan dengan baik dan nyaman.
13. Ketersediaan air bersih mengalir yang memadai.
14. Adanya jejaring kerja sama dengan Satuan Gugus Tugas (pemangku wilayah, TNI, Polri, dan Puskesmas setempat.
15. Terdapat akses kendaraan roda empat.
16. Bangunan dan lokasi aman dari ancaman bahaya lainnya, seperti banjir, kebakaran, maupun tanah longsor.
Kemarin, Anies Baswedan mengatakan pasien Covid-19 tanpa gejala maupun memiliki gejala ringan harus melakukan isolasi mandiri. Anies menegaskan, isolasi mandiri itu dapat dijalani sendiri maupun di lokasi-lokasi yang telah disiapkan pemerintah.
"Intinya bahwa setiap warga yang terpapar dan terinfeksi Covid-19, dia harus melakukan isolasi mandiri. Ini bisa dikerjakan sendiri atau isolasi lewat fasilitas pemerintah," kata Anies di Mapolda Metro Jaya, Rabu (30/9).
Anies menjelaskan, isolasi mandiri yang dilakukan pasien Covid-19 itu akan tetap diawasi dan dikendalikan pemerintah. "Tapi (isolasi mandiri) tidak dikerjakan tanpa pengendalian. Jadi, pilihannya satu ditempatkan di fasilitas ada Wisma Atlet dan kemudian juga ada tempat-tempat lain yang sudah disiapkan. Di Jakarta ada tiga tambahan tempat dan juga ada hotel," tegas Anies.
Sementara itu, sambung dia, bagi pasien Covid-19 dengan gejala sedang maupun berat harus menjalani perawatan di rumah sakit rujukan. Anies mengklaim, saat ini di Jakarta terdapat 100 rumah sakit rujukan.
"Sekarang ada tambahan rumah sakit, sehingga kita saat ini ada 100 rumah sakit rujukan yang bisa digunakan. Intinya bila terpapar harus isolasi secara terkendali," papar dia.
Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan 67 rumah sakit rujukan Covid-19. Kemudian 13 RSUD di Jakarta juga dijadikan rumah sakit khusus pasien Covid-19 dan tidak melayani pasien non Covid-19.
Selain itu, Pemprov DKI juga telah menambah sebanyak 166 kamar isolasi mandiri yang terdapat di tiga lokasi baru, yakni Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre), Jakarta Utara; Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur; dan Graha Wisata Ragunan, Jakarta Selatan.
Kemudian adapula dua hotel di Jakarta yang digunakan sebagai lokasi isolasi mandiri pasien Covid-19, yakni Ibis Style di Mangga Dua, Jakarta Utara; dan U Stay Hotel di Mangga Besar, Jakarta Barat. Hotel Ibis Style ditargetkan mampu menampung sebanyak 212 pasien yang berasal dari Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Sedangkan, Hotel U Stay akan menampung 140 pasien dari Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
Bagi penderita Covid-19 yang harus dirawat di rumah sakit swasta, Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan biaya perawatan di rumah sakit swasta, yang bukan menjadi bagian dari rumah sakit rujukan, belum bisa ditanggung pemerintah. "Tentu yang dirawat di rumah sakit swasta yang bukan menjadi bagian dari rumah sakit rujukan, tentu belum bisa ditanggung," ujar Wiku dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/10).
Dia mengatakan pemerintah hanya menanggung biaya perawatan pasien Covid-19 yang merupakan hasil rujukan puskesmas atau rumah sakit, kepada rumah sakit rujukan Covid-19. "Maka mohon bisa dirujuk ke rumah sakit rujukan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah dan swasta," kata Wiku.
Terkait transportasi pasien gejala Covid-19 menuju rumah sakit atau puskesmas, pemerintah sudah menyediakan ambulans yang khusus untuk bisa mengangkut pasien dari rumah atau kediaman ke rumah sakit. Transportasi pasien menggunakan ambulance dapat mencegah risiko penularan kepada pihak lain sebagaimana jika pasien dibawa menggunakan kendaraan pribadi yang tidak didesain untuk membawa pasien dengan gejala Covid-19.
Hingga saat ini tren kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Wiku menilai penularan yang masih tinggi di tengah masyarakat termasuk puncak kasus Covid dan kapan akan menurun, kembali ke pola aktivitas masyarakat.
Bila masyarakat mampu menjalankan protokol kesehatan dengan ketat, niscaya tren penambahan kasus Covid-19 akan turun. Sebaliknya, jika masyarakat masih abai mematuhi protokol kesehatan, maka tak menutup kemungkinan gelombang pertama pandemi di Indonesia belum akan berakhir dalam waktu dekat.
"Kalau kita ditanya kapan angka akan tertinggi dan kemudian turun, semua tergantung pada kita sendiri. Angka ini akan turun pada saat perilaku di masyarkat semua kompak menjalankan protokol kesehatan, bergotong royong, angka ini akan turun. Apabila kita lengah lagi, angka ini akan naik lagi," kata Wiku.
Secara umum, tren penambahan kasus Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Sebaliknya, trennya masih terus meningkat. Sepanjang September lalu, hanya dua kali jumlah penambahan kasus harian di bawah 3.000 orang. Sisanya, selalu di atas 3.000 orang per hari. Bahkan per hari ini sudah 10 kali penambahan kasus tembus angka 4.000 per hari.
Pada Kamis (1/10), penambahan kasus positif dilaporkan sebanyak 4.174 orang dalam 24 jam terakhir. Tren hari ini melanjutkan kenaikan, setelah pada awal pekan ini angka kasus harian merosot ke bawah angka 4.000 orang dalam sehari. Selama tujuh bulan ini, jumlah kematian akibat Covid-19 di Tanah Air tercatat 10.856 orang.