REPUBLIKA.CO.ID, Di antara kaum Yahudi, ada juga yang berani mengkritik ajaran agama dan praktik-praktik kebiadaban kaumnya sendiri, meskipun mereka tidak sampai memeluk agama Islam. Salah satunya adalah Dr Israel Shahak.
Guru besar biokimia di Hebrew University ini memang bukan Yahudi biasa. Dia tidak seperti sebagai mana kebanyakan Yahudi lainnya yang mendukung atau hanya bengong menyaksikan kejahatan kaumnya.
Suatu ketika saat berada di Yerusalem, pakar biokimia ini menjumpai kasus yang mengubah pikiran dan jalan hidupnya. Saat itu hari Sabtu (Sabath), Shahak berusaha meminjam telepon seorang Yahudi untuk memanggil ambulans demi menolong seorang non-Yahudi yang sedang dalam kondisi kritis.
Di luar dugaannya, si Yahudi menolak meminjamkan teleponnya. Orang non-Yahudi itu pun akhirnya tidak tertolong lagi. Prof Shahak kemudian membawa kasus ini ke Dewan Rabbi Yahudi, semacam majelis ulama Yahudi di Yerusalem.
Dia menanyakan, apakah menurut agama Yahudi tindakan si Yahudi yang tidak mau menyelamatkan orang non-Yahudi itu dapat dibenarkan agama Yahudi. Lagi-lagi, Prof Shahak terperangah.
Dewan Rabbi Yahudi di Yerusalem (The Rabbinical Court of Jerusalem) menyetujui tindakan si Yahudi yang mengantarkan orang non-Yahudi ke ujung maut. Bahkan, itu dikatakan sebagai tindakan yang mulia.
Prof Shahak menulis, “The answered that the Jew in question had behaved correctly indeed piously.” Kasus itulah yang mengantarkan Prof Shahak untuk melakukan pengkajian lebih jauh tentang agama Yahudi dan realitas negara Israel. Hasilnya, keluar sebuah buku berjudul Jewish History, Jewish Religion (London: Pluto Press, 1994).
Dalam penelitiannya, dia mendapati betapa rasialisnya agama Yahudi dan juga negara Yahudi (Israel). Karena itulah, dia sampai pada kesimpulan bahwa negara Israel memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia. Katanya, “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but also to all Jew and to all other people and states in the Middle East and beyond.”
Sebagai satu negara Yahudi (a Jewish state), negara Israel adalah milik eksklusif bagi setiap orang yang dikategorikan sebagai Jewish, tidak peduli di mana pun ia berada. Shahak menulis,“Israel belongs to persons who are defined to the Israeli authorities as Jewish, irrespective of where they live and to them alone.”
Dr Israel Shahak menggugat, mengapa yang dipersoalkan hanya orang-orang yang bersikap anti-Yahudi. Sementara realitas pemikiran dan sikap Yahudi yang sangat diskriminatif terhadap bangsa lain justru sering diabaikan.
*Naskah ini merupakan bagian dari artikel Dr Adian Husaini yang tayang di Harian Republika, Ahlul Kitab; Dulu dan Kini, pada 2011.