REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru menemukan bahwa sekitar sembilan dari 10 pasien infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) mengalami efek samping dari penyakit tersebut. Dalam penelitian pendahuluan di Korea Selatan (Korsel) juga menemukan bahwa lebih dari 90 persen responden survei daring melaporkan menderita setidaknya satu efek samping.
Sebagai contoh, efek samping berupa kelelahan dan hilangnya indera perasa serta penciuman yang berkelanjutan. Survei di Korea Selatan melibatkan 965 pasien yang pulih, dengan 879 responden melaporkan setidaknya satu efek samping.
Secara lebih khusus, sekitar 26,2 persen responden mengatakan mengalami kelelahan. Sementara itu, mereka yang kesulitan konsentrasi menyusul di belakang sebanyak 24,6 persen.
Berita tentang survei tersebut muncul setelah sebuah studi yang dilakukan oleh seorang peneliti di Rumah Sakit St. James dan Trinity Translational Medicine Institute, Trinity College, Dublin, Irlandia, dan lainnya menemukan bahwa lebih dari setengah peserta studi yang telah pulih dari Covid-19 masih mengalami kelelahan terus-menerus, terkait dengan penyakit.
Hampir 56 persen pasien dinilai membutuhkan rawat inap. sementara 44,5 persen tidak. Pada akhirnya, para peneliti menentukan bahwa lebih dari separuh peserta, tepatnya 52,3 persen, melaporkan kelelahan terus-menerus, bahkan setelah mereka sembuh dari Covid-19.
Terlebih, efek samping itu terjadi pada pasien yang tidak memerlukan rawat inap atau yang berarti mereka hanya mengalami Covid-19 dengan gejala ringan saja. Mereka masih melaporkan kelelahan yang bertahan lama setelah infeksi virus corona jenis baru terjadi.
“Kelelahan ditemukan terjadi terlepas dari masuk ke rumah sakit, mempengaruhi kedua kelompok secara setara,” ujar Liam Townsend, dari Rumah Sakit St. James dan Institut Kedokteran Translasional Trinity, yang memimpin penelitian terbaru, dilansir Fox News, Kamis (1/10).
Townsend mengatakan, studi terbaru menunjukkan bahwa dampak virus corona jenis baru adalah lebih dari sekadar penyakit menular. Ini juga memengaruhi aspek lain dari tubuh kita.
Studi lain juga menunjukkan dampak pada sistem kardiovaskular dan neurologis bagi sebagian orang. John Whyte, kepala petugas medis WebMD, mengaku terkejut bahwa kelelahan yang terjadi tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan infeksi.
"Ini adalah sesuatu yang harus kami perhatikan dengan cermat dan mencari prediktor mengenai siapa yang mungkin mengalami kelelahan jangka panjang. Dengan begitu, kami mungkin dapat mengobatinya secara lebih efektif," jelas Whyte, yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru.