REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tersangka suap dan gratifikasi Irjen Napoleon Bonaparte gagal menghadirkan tiga saksi fakta dalam lanjutan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sidang ke-5, Kamis (1/10) yang semula mengagendakan keterangan saksi pemohon, dan ahli dari termohon Bareskrim Polri, pun berakhir dengan pembatalan.
Hakim tunggal praperadilan, Hakim Suharno, pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan sidang ke-6, pada Jumat (2/10), dengan agenda pembacaan kesimpulan. "Selanjutnya, adalah kesimpulan. Kita tetapkan jadwalnya besok hari (2/10)," terang Hakim Suharno, saat menutup sidang praperadilan ajuan Napoleon di PN Jaksel, Kamis (1/10).
Suharno menerangkan, jika sesuai jadwal, setelah sidang kesimpulan, dirinya akan mengambil keputusan pada persidangan ke-7, yang diagendakan Senin (5/10). Pengacara Napoleon, Gunawan Raka menerangkan, semula, pihaknya sebagai pemohon, berencana mengajukan tiga saksi fakta untuk dihadirkan dalam praperadilan, Kamis (1/10). Tiga saksi tersebut, yakni para anggota kepolisian dari Bareskrim Polri. Pada persidangan ke-4, Rabu (30/9), pihaknya, pun sudah menyampaikan permintaan tersebut, ke hakim untuk didengarkan kesaksiannya.
"Tetapi, sampai terakhir mereka (saksi-saksi) mau dihadirkan, mereka tidak mendapatkan izin," kata Gunawan.
Gunawan menuding otoritas dari Bareskrim yang tak mengizinkan tiga saksi tersebut dihadirkan sebagai saksi. "Saya juga ada suratnya. Intinya tidak dikasih izin untuk memberikan kesaksian di persidangan," ujar Gunawan.
Ia menambahkan, upaya untuk tetap mendengarkan keterangan tiga saksi tersebut, sempat dilakukan dengan menawarkan video conference via Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Akan tetapi, kata Gunawan, Bareskrim pun tak membolehkan. "Sehingga, terpaksa sidang ditutup dan dilanjutkan besok (2/10) untuk kesimpulan," terang Gunawan.
Kata Gunawan, meskipun gagal menghadirkan saksi fakta pada sidang kali ini, pihaknya masih optimistis hakim praperadilan dapat memutuskan yang adil terkait status hukum kliennya. Gugatan praperadilan ajuan tersangka Napoleon, meminta Hakim Suharno memutuskan penetapan tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri tidak sah. Dan, menyatakan, proses penyidikan terhadapnya dihentikan karena tak punya bukti.
Dalam kasus ini, Bareskrim menetapkan Napoleon sebagai tersangka penerimaan suap dari terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Penyidik dalam memori sanggahan di praperadilan, menyampaikan adanya penerimaan uang sebesar Rp 7 miliar dari Djoko Tjandra ke Napoleon untuk menghapus status buronan di sistem imigrasi dan daftar pencarian orang (DPO) interpol.
Pemberian uang suap tersebut, dikatakan penyidik terjadi di lantai 11 TNCC Mabes Polri lewat perantara pengusaha Tommy Sumardi. Irjen Napoleon, sebelum tersangka, merupakan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Mabes Polri. Namun sejak ditetapkan tersangka Mabes Polri mencopotnya dari jabatan. Tommy Sumardi, pun ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Brigjen Prasetijo Utomo yang ikut menikmati uang 20 ribu dolar AS (Rp 296 juta), dan juga Djoko Tjandra. Namun, tiga tersangka terakhir memilih untuk tak mengajukan praperadilan.
Gugatan raperadilan ajuan Napoleon ini, sebetulnya ‘kejar-kejaran’ waktu dengan proses pelimpahan berkas perkara ke penuntutan di Kejaksaan Agung (Kejakgung). Sebab di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) berencana untuk menggabungkan pemberkasan penyidikan suap tersangka red notice di Bareskrim Polri, dengan pemberian uang suap yang melibatkan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari yang juga melibatkan Djoko Tjandra.