REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Muhammad Tanziel Aziezi membantah asumsi hukuman berat terhadap koruptor berkolerasi positif pada efek jeranya. Ia memandang, masalah korupsi tak bisa disimplifikasi dengan memberi hukuman seberat-beratnya.
Pernyataan Aziezi menanggapi banyaknya pengurangan masa hukuman yang diterima koruptor lewat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). "Masalah dampak dan efek jera, saya rasa tidak bisa disederhanakan bahwa pengurangan hukuman tidak akan menimbulkan efek jera, toh kenyataannya menghukum tinggi pun belum tentu terbukti menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku, maupun bagi orang lain supaya tidak melakukan hal yang sama," kata Aziezi pada Republika, Kamis (1/9).
Aziezi menyebut, hukuman berat pada pelaku kejahatan narkotika saja tak membuat peredaran barang haram berhenti di Tanah Air. "Misalnya narkotika, sudah berapa orang dihukum dengan hukuman paling berat yaitu hukuman mati, tapi toh perkara narkotika masih ada dan tetap ada yang besar-besar. Jadi asumsi bahwa menghukum berat akan membuat jera juga patut dipikirkan ulang," ujar Aziezi.
Diketahui, MA kembali mengabulkan PK dan memangkas masa hukuman dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Sugiharto yang terlibat dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Hukuman penjara Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman berkurang dari 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara berdasarkan putusan PK tersebut. Sementara mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Sugiharto dipangkas dari 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 10 tahun penjara.
Pertimbangan Majelis Hakim tingkat PK mengurangi hukuman keduanya, lantaran Irman dan Sugiharto telah ditetapkan oleh KPK sebagai justice collaborator (JC) dalam tindak pidana korupsi sesuai keputusan Pimpinan KPK No. 670/01-55/06-2017 tertanggal 12 Juni 2017.
Sebelum Irman dan Sugiharto, MA juga telah memotong masa hukuman kepada 20 terpidana kasus korupsi lainnya. Pengurangan hukuman itu mereka dapatkan melalui putusan PK sepanjang 2019 hingga 2020.