Jumat 02 Oct 2020 15:27 WIB

1.000 Hektare Lahan Food Estate Hortikultura Mulai Digarap

Food estate hortikultura fokus pada 3 komoditas pangan, yaitu kentang, cabai, bawang.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan telah mulai menggarap proyek food estate hortikultura di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Pengerjaan awal dilakukan pada areal lahan seluas 1.000 hektare (ha) dari rencana semula 4.000 hektare.
Foto: PKH
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan telah mulai menggarap proyek food estate hortikultura di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Pengerjaan awal dilakukan pada areal lahan seluas 1.000 hektare (ha) dari rencana semula 4.000 hektare.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan telah mulai menggarap proyek food estate hortikultura di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Pengerjaan awal dilakukan pada areal lahan seluas 1.000 hektare (ha) dari rencana semula 4.000 hektare.

Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto, mengatakan, saat ini proyek tersebut sudah dalam tahap pengolahan tanah. Ia menyebut terdapat sejumlah perusahaan yang ikut berinvestasi dalam food estate hortikultura.

Baca Juga

Di antaranya tiga perusahaan industri makanan skala besar yakni PT Calbee Wings Food, PT Champ, dan PT Indofood Sukses Makmur. "Sudah jalan sekarang, ada juga perusahaan yang kecil-kecil ikut berinvestasi," kata Prihasto kepada Republika.co.id, Jumat (2/10).

Food estate hortikultura tersebut difokuskan pada tiga komoditas pangan. Yakni kentang industri, bawang putih, dan cabai. Ia mengklaim, tidak terdapat kendala dalam penyiapan food estate karena lokasi area telah ditentukan dan tuntas masalah administrasi.

Adapun potensi serapan tenaga kerja petani, ia memperkirakan bisa mencapai 1.000 orang. Prihasto menargetkan 1.000 hektare lahan tersebut ditargetkan dapat mulai ditanami akhir tahun ini sehingga produksi bisa dihasilkan awal tahun depan. Namun, ia mengakui hal itu tergantung pada situasi cuaca setempat.

Pasalnya, menjelang akhir tahun masuk musim penghujan dan bisa menjadi kendala untuk budidaya tanaman hortikultura. "Kita lihat lah nanti, mudah-mudahan hujan tidak terlalu banyak," ujarnya.

Direktur Pusat Riset Pangan Berkelanjutan, Universitas Padjajaran, Ronnie Natawidjaja, menuturkan, kegagalan pemerintah dahulu dalam mengerjakan proyek food estate atau lumbung pangan akibat kurang melibatkan petani dan masyarakat setempat.

Ronnie mengatakan, kajian terhadap kelebihan dan kekurangan food estate harus benar-benar dikaji secara mendalam. Kegagalan yang pernah dialami pemerintahan sebelumnya wajib menjadi catatan dan harus dihindari.

"(Proyek) gagal utamanya karena pelibatan masyarakat petani dan kelembagaan yang salah. Terlalu goverment sentris. Segalanya pemerintah. Itu cikal-bakal kegagalan," kata Ronnie.

Ia melanjutkan, berbeda halnya dengan pembangunan food estate di lahan milik perusahaan. Hal itu tentunya tergantung pada kebijakan perusahaan baik BUMN maupun swasta. Oleh sebab itu, Ronnie mengatakan, konsep lumbung pangan saat ini harus mengutamakan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan korporasi.

Fungsi perusahaan, menurut Ronnie, sebaiknya fokus sebagai off taker atau penyerap hasil pertanian. Namun, pihak yang terjun langsung melakukan budidaya tanaman adalah petani. "Komoditas dihasilkan oleh petani, maka hasilnya masuk ke petani, bukan perusahaan. Apalagi, pada situasi pandem yang membuat perlambatan ekonomi.

Lebih lanjut, Ronnie meminta pemerintah untuk mempriotaskan lahan-lahan optimal yang kering, bukan lahan rawa. Menurutnya seluruh jenis lahan rawa merupakan lahan marjinal. Yakni lahan yang memiliki kandungan unsur hara minimal sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement