REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, (UMJ), Chairul Huda menilai bahwa jaksa seharusnya lebih fokus memperkuat fungsi penuntutan dan eksekusi. Hal itu disampaikan sebagai kritik terkait penambahan wewenang jaksa untuk melakukan penyidikan melalui revisi UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan.
"Harusnya jaksa itu fokus pada dua hal yang menjadi tugas utamanya, yaitu penuntutan dan eksekusi. Selama ini kan yang banyak bermasalah berkenaan pelaksanaan tugas jaksa pada dua persoalan itu, yaitu penuntutan dan eksekusi," kata Huda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (2/10).
Dalam pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Menurutnya, wacana memberikan kewenangan terhadap jaksa untuk melakukan penyidikan tidak perlu dikembangkan. Sebab, saat ini jaksa telah diberi wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap suatu perkara tindak pidana tertentu seperti korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan pelanggaran HAM berat.
Chairul Huda mengatakan, yang harus diperbaiki dalam materi UU Kejaksaan adalah tentang bagaimana meningkatkan kapasitas jaksa melakukan tuntutan dan eksekusi. "Selama ini yang menjadi persoalan pokok itu bukan ketika jaksa menyidik, tapi ketika jaksa melakukan penuntutan di pengadilan," ujarnya.
Lebih lanjut, Huda mencontohkan kasus korupsi yang menyeret jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dalam kasus itu, Pinangki justru membantu meloloskan Djoko Soegiarto Tjandra yang berstatus buronan. Harusnya, kata dia, Pinangki sebagai jaksa melakukan eksekusi terhadap Djoko Tjandra.
"Artinya, yang menjadi pokok masalah dari eksekusi kejaksaan itu ketika jaksa melakukan fungsi penuntutan dan eksekusi, jadi bukan penyidikannya. Jadi penyidikannya tidak usah diganggu-ganggu, sudah cukup yaitu tindak pidana pelanggaran HAM berat dan tipikor. Sudah cukup itu," jelasnya.
Oleh karena itu, Huda mengatakan sebaiknya jaksa menguatkan kewenangan yang sudah ada agar masyarakat puas terhadap kinerja lembaga Adhyaksa tersebut. Sebab, kata dia, wewenang jaksa dalam KUHAP sudah jelas diatur.
"Kalau berdasarkan KUHAP, jaksa tidak punya wewenang penyelidikan dan penyidikan. Definisi jaksa adalah pejabat yang mempunyai kewenangan penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan. Definisinya saja sudah jelas titik berat fungsinya ada pada penuntutan dan pelaksanaan putusan," katanya.