REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Rikard Bagun mengungkapkan Pancasila tidak bisa diganti dengan ideologi apapun. Karena, Indonesia tidak akan pernah ada tanpa Pancasila. Hal tersebut disampaikan saat menjadi pembicara webinar dengan tema ‘Anak Muda Bicara Pancasila’ yang digelar Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI), pada Rabu (30/9) lalu.
Pada kesempatan tersebut disampaikan tugas BPIP sesuai namanya adalah melakukan pembinaan. Apa yang dibina? Pertama adalah proses sosialisasi dan lebih jauh diharapkan proses internalisasi tentang nilai-nilai Pancasila.
“Ini bukan nilai asing, melainkan nilai yang berakar dan tumbuh dan menghidupkan kita semua di kita selama ratusan dan mungkin ribuan tahun. Nilai-nilai ini sudah terbukti dan punya reputasi, untuk menjaga kebersamaan yang membuat bangsa Nusantara berkembang dan hidup bersama,” ujar Rikard yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IKI, dalam siaran persnya, Jumat (2/10).
Rikard mengatakan, Bung Karno dan generasinya dulu mengkonsolidasikan nilai-nilai yang telah ada ini, dalam rumusan yang disebut Pancasila. Inilah yang membuat nilai-nilai yang telah ada itu menjadi tersistemitasi. Nilai yang telah menjadi habitat dan kebiasaan sehari-hari itu adalah nusantara.
“Sehingga kita tidak bisa hidup tiba-tiba misalnya seperti di Eropa, karena habit kita sudah di nusantara. Begitupun orang Timur Tengah misalnya, hidup dan habitatnya ya di Timur Tengah, karena pasti ada historinya. Penyelenggaraan Ilahi selalu menempatkan manusia dengan habit dan habitatnya. Dan kita diberikan habitat yang luhur, karena tidak lepas dari nilai sepiritualitas. Dalam sila pertama Pancasila telah jelas, bahwa dalam setiap tubuh manusia Indonesia ada sepiritualitas,” ujarnya.
Lanjut dikatakannya, juga ada nilai persatuan. Artinya masyarakat harus bersatu. Lalu ada demokrasi, karena dalam hidup bersama walaupun ada perbedaan tetap harus hidup bersama. Kemudian, ada ekonomi. “Nah, BPIP sebenarnya ingin memberi kawalan, atau menjadi salah satu lokomotif, bersama lokomotif lain yakni civil society, untuk menjaga nilai,” ujarnya.
Lantas kenapa perlu dijaga? Menurut Rikard, karena ada gempuran dari luar dan juga dari dalam. ”Dari luar, misalnya sesuatu yang dari asing dan kita tidak tahu apa itu, sehingga harus difilter. Mana yang sesuai dengan nilai-nilai kita, atau bisa menghancurkan kita. Apalagi secara struktural kita katakan ini komitmen kita. Kalau Pancasila diganti, berarti NKRI tidak ada. Itulah sebabnya Pancasila tidak tergantikan. Ikatannya pada sejarah nilai, dan kehidupan manusia Indonesia dan nusantara akan selalu ada. Ini menjadi modal kita ke depan,” tegasnya.
Selain ancaman dari luar, juga ada ancaman dari dalam, sehingga harus melakukan penguatan-penguatan. Untuk memperkuat itu tentu saja, ada hal yang harus dilakukan. Misalnya, Pancasila dalam hal ekonomi, yakni kemandirian diri, seperti yang dikatakan Bung Karno.
”Kemudian, ada kedaulatan politik, dimana kita jaga Indonesia dari ideologi lain yang tidak sesuai dengan ideologi kita. Selanjutnya ada secara kebudayaan, jelas sekali di sana itu ada kepribadian kita,sebagai kepribadian Indonesia. Dan kepribadian ini harus diekspresikan, dalam pergaulan internasional,” jelas Rikard.
Kegiatan webinar ini menghadirkan tiga pembicara antara lain Anggota Dewan Pengarah BPIP dan Ketua Umum IKI Rikard Bagun, Pusat Studi Pancasila UGM Rona Utami, dan Ketua Komisi Pendidikan PPI Dunia yang juga penulis muda Agus Ghulam Ahmad.