REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Antara
Penyidikan kasus kaburnya terpidana narkoba Cai Changpan (53) dari Lapas Klas 1 Tangerang mulai mengarah pada dugaan adanya keterlibatan dua sipir lapas. Namun, polisi belum menetapkan dua sipir lapas itu sebagai tersangka.
"Ada indikasi sementara ini dua pegawai sipir melakukan kelalaian yang bisa dipersangkakan di pasal 426 KUHP. Pertama inisialnya S, adalah sipir lapas dan insialnya S dia adalah PNS dari lapas. Keduanya ini ada indikasi, untuk sementara ini menjadi saksi," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (2/10).
Menurut Yusri, rencananya hari ini, penyidik akan melakukan gelar perkara untuk meningkatkan apakah yang bersangkutan bisa diterapkan sebagai tersangka. Peran keduanya, memang diakui bahwa membantu membelikan peralatan-peralatan, salah satunya adalah pompa air. Mulai dari menerima uang dari tersangka, membeli melalui alamat yang bersangkutan atau pegawai sipir.
"Bahkan mengantar ke sana dan mengambil lagi dan disimpan di rumah kediamanya salah satunya di situ. Ini mungkin hal yang baru terkait perkembangan atau adanya kemungkinan-kemungkinan adanya keterlibatan orang dalam," ungkap Yusri.
Pompa air yang pembeliannya dibantu sipir itu, kemudian digunakan oleh Cai Changpan untuk menyedot air dari galian atau terowongan yang dibuatnya di Lapas Kelas 1 Kota Tangerang. Lubang sedalam dua meter dengan panjang 30 meter yang digali tersebut kemudian terhubung dengan gorong-gorong di luar lapas.
Menurut Yusri, dua oknum lapas berinisial S dan S mendapatkan imbalan dari Cai Changpan usai membantu membelikan peralatan untuk membuat terowongan.
"Menurut keterangannya membeli dia mendapatkan uang Rp 100 ribu tapi itu masih di dalami makanya kami masih melakukannya gelar perkara," ujar Yusri.
Pada Kamis (1/10), Yusri mengungkapkan, penyidik juga memperoleh fakta bahwa, Cai Changpan sempat mengajak teman satu selnya untuk ikut kabur. Dari teman satu selnya itulah, diketahui Cai Changpan kabur dari lapas dengan membuat terowongan yang digalinya selama delapan bulan.
"Sempat satu sel ini diajak dia jawab iya tapi dia tidak mau terlibat dalam hal ini dan tidak mau ikut. Apakah dia tahu ya dia tahu. Makanya, dia sampaikan yang bersangkutan ini melobangi selama delapan bulan," ujar Yusri, Kamis.
Saat Cai Changpan kabur, Yusri menerangkan, petugas menara pengawas Lapas Klas 1 Tangerang tertidur. Bahkan, petugas baru mengetahui 11 jam kemudian setelah Cai berhasil keluar dari Lapas tersebut.
Hingga kini, Tim gabungan Polda Metro Jaya masih terus melakukan pengejaran terhadap Cai Changpan. Petugas juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 14 saksi, termasuk warga sekitar yang sempat melihat yang bersangkutan di hari pelariannya.
"Beberapa saksi-saksi masyarakat di sekitar lapas memang sempat melihat dia membeli rokok itu. Kita lakukan pemeriksaan ini. Tim masih bekerja untuk melakukan pengejaran dan percayakan Insya Allah secepatnya kita akan tangkap," ujar Yusri.
Tidak hanya itu, kata Yusri, selepas kabur hotel prodeo, Cai Changpan sempat mampir ke rumahnya yang berada di Tenjo Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, petugas juga melakukan pemeriksaan terhadap istri yang bersangkutan. Jika dilihat jarak tempuhnya, dari Lapas Klas 1 Tangerang yang berada di Jalan Veteran, Tangerang Kota ke Tenjo Bogor sekitar 39 kilometer.
"Kita lakukan pemeriksaan kepada istri yang bersangkutan dan keluarganya, karena memang jeda waktu dia melarikan diri sekitar 4 sampai 5 jam itu dia sudah sampai di kediamannya di daerah Tenjo, Bogor," ungkap Yusri.
Selain terus melakukan pengejaran, berbagai upaya juga telah dilakukan Polda Metro Jaya untuk mempersempit ruang gerak Cai Changpan. Salah satunya berkoordinasi dengan pihak imigrasi agar yang bersangkutan tidak kabur keluar negeri.
"Sudah dilakukan termasuk pencekalan paspor yang bersangkutan sudah kita koordinasikan dengan pihak imigrasi dilakukan pencekalan jangan sampai Melarikan ke luar negeri," kata Yusri.
Selain itu, kata Yusri, Polda Metro Jaya juga berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk melakukan pemblokiran, karena napi Cai Changpan memiliki Kartu Penduduk Indonesia (KTP). Setiap hari, tim juga melakukan analisis dan evaluasi untuk terus melakukan pelacakam terhadap napi Cai Changpan.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Tubagus Ade Hidayat mengatakan, pihaknya bergerak setelah lapas menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Cai Changpan. Setelah menerima DPO dari lapas, pihaknya membentuk tim khusus untuk mengejar napi yang bersangkutan.
"Kita bentuk (tim khusus) nanti, kita koordinasi dengan polres setempat," kata Tubagus.
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding menyebut, pelarian Cai Changpan pasti melibatkan orang dalam hingga pejabat terkait. Pasalnya, dengan mudahnya Changpan kabur dari dalam penjara dengan tahu letak bangunan dan kondisi tanah yang ada di bawahnya.
Karena itu, muncul dugaan narapidana asal China itu mendapatkan blue print lapas dari orang dalam. Sarifuddin menyebut, jika dilihat penggalian lubang oleh napi itu penuh dengan kejanggalan.
"Gali lubang ke bawah dengan kedalaman tiga meter, diameter 1,5 meter, lalu panjang keluar sejauh 25 meter sampai 30 meter, itu sudah dirancang dengan baik. Pasnya lagi, di ujung galian keluar di ujung got perumahan," kata politikus PAN itu kepada wartawan, Selasa (29/9).
Kaburnya Changpan yang tidak diketahui petugas, menurut Sarifuddin, menandakan pelariannya terencana dengan baik dan matang. Dengan dukungan orang dalam dan tahu peta, sambung dia, alhasil narapidana tersebut tidak tersasar.
"Sehingga memang kita juga beranggapan ini satu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh napi, ketika tidak ada orang yang di dalamnya yang melakukan kerja sama," ujarnya.
Sarifuddin mengaku, saat melihat kondisi Lapas Tangerang, di kamar sel Changpan tidak ditemukan bekas galian tanah. Karena itu, menjadi janggal jika tidak ada keterlibatan orang dalam yang bertugas menyiapkan peralatan untuk menggali supaya Changpan dapat dengan mudah kabur. "Dari mana alat itu didapat ya pasti dari orang dalam," ujar Sarifuddin.
Dia pun meminta semua pejabat terkait untuk mempertanggungjawabkan kewenangannya yang lalai mengawasi narapidana. Hal itu dilakukan supaya kasus yang sebelumnya juga terjadi di Bali, tidak terulang lagi ke depannya.
"Menurut saya tidak hanya sebatas kalapas saja yang bertanggung jawab, kepala kantor wilayahnya juga di nonaktifkan," kata mantan politikus Partai Hanura tersebut.
Kementerian Hukum dan HAM memastikan akan memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang bersalah dalam kasus kaburnya Cai Changpan dari Lapas Kelas I Tangerang, belum lama ini. Termasuk melakukan pencopotan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Banten, Andika Dwi Prasetya, jika terbukti lalai.
"Kita serahkan semuanya ke proses penyelidikan, kalau memang nanti dari hasil pengungkapan ada keterlibatan, ya kalau ranah pidana ya akan dipidanakan," ujar Direktur Keamanan dan Ketertiban Ditjen PAS Kemenkumham, Tejo Harwanto, Jumat (25/6).
Tejo mengatakan, mengatakan, atas kasus kaburnya napi, tak menampik kemungkinan adanya petugas di level pejabat yang terlibat. "Semua pejabat yang terkait akan diperiksa. Dari kami dari Ditjen PAS sudah memeriksa mulai dari Kalapas Tangerang dan nanti yang lainnya," kata Tejo.
Dengan diperiksanya Kalapas Jumadi itu, dan ditemukan terlibat, maka secara langsung posisi Andika terancam. Pasalnya, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan bahwa dua tingkat jabatan dari oknum jajaran Kemenkumham yang melakukan pelanggaran bakal dipecat.
Cai Changpan adalah terpidana mati yang divonis mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 19 Juli 2017 terkait kasus narkoba. Cai Changpan divonis bersalah atas kasus narkoba jenis sabu dengan barang bukti 1.135 bungkus plastik. Dalam putusan pengadilan, total berat sabu tersebut mencapai 135 kilogram. Cai Changpan pernah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten pada 28 September 2017, namun ditolak.